Bunuh Puluhan Pekerja, Polisi Harus Pidanakan Pengusaha Petasan

Bandung, Local Initiative (26/10)

Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970 memiliki ancaman pidana bagi perusahaan yang abai terhadap keselamatan kerja. Namun pemidanaan pengusaha yang menyebabkan kecelakaan dan kematian pekerja sangat jarang terdengar di Indonesia hingga hari ini.

Meninggalnya 47 orang pekerja PT Panca Buana Cahaya Sukses, produsen petasan dan kembang api di Tangerang, (26/10), menjadi tambahan deretan catatan buruk prilaku perusahaan yang abai terhadap keselamatan kerja. Dalam ledakan usaha petasan tersebut pun, 46 pekerja lainnya yang teridentifikasi luka-luka. Hal ini berarti lebih dari setengah jumlah pekerja yang berjumlah 103 orang menjadi korban kelalaian perusahaan mengindahkan aturan keselamatan kerja.

WhatsApp Image 2017-10-26 at 18.49.01

“Polisi harus berani menggunakan pasal pidana dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja, untuk membuat jera pengusaha,” jelas Muchammad Darisman, Ahli K-3 Local Initiative for OSH Network Indonesia (Local Initiative).

Dia menambahkan pengaturan pidana dalam keselamatan kerja nampak masih menjadi hal tabu digunakan oleh pihak berwenang untuk menindak pengusaha yang wajib menyediakan sistem dan prasarana yang dibutuhkan guna menjamin keselamatan kerja. “Dari 2.375 kematian akibat kecelakaan kerja di tahun 2015 saja tidak satupun perusahaan yang diproses pidana. Belum lagi di tahun 2016 dan tahun ini. Jadi buat apa ada pengaturan pidana di undang-undang kalau tidak digunakan?” gugatnya.

Local Initiative for OSH Network mencatat, bahwa dari 105.182 kasus kesehatan dan keselamatan kerja di tahun 2015, semuanya hanya berkutat pada kompensasi yang jumlahnya diklaim tidak dapat mengembalikan kondisi kesehatan para korban. Belum ada satupun pengusaha yang dipidana dari rentetan kasus tersebut.

“Pada kasus ledakan di pabrik petasan Tangerang ini, bahkan rumah sakit yang menangani korban luka mengaku pembayaran perawatan dilakukan secara pribadi. Walaupun dibayarkan oleh perusahaan, ini membuktikan pengusaha petasan juga abai untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap Darisman.

Dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Pasal 87 UU Nomor 13 Tahun 2003 mengatur pedoman penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012. Namun peraturan-peraturan yang ada belum dapat secara efektif digunakan untuk membuat jera pengusaha yang abai terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

Dalam kasus ledakan pabrik petasan di Tangerang ini, diketahui bahwa di tempat produksi tidak ada sumber air, alat keselamatan, jalur evakuasi hanya satu dan terkunci, bahkan tempat kerja dan gudang yang ala kadarnya. Padahal perusahaan telah berproduksi puluhan tahun. Peraturan-peraturan tentang K3 yang berlaku di Indonesia sebenarnya sudah mewajibkan setiap perusahaan untuk menyediakan standar manajemen K3 yang harus ada di setiap bidang usaha.

“Kami sangat bersedih dan mengecam pengusaha asal Malaysia pemilik usaha petasan yang telah membunuh saudara-saudara pekerja disana. Polisi harus mempidanakan pengusahanya. Pemerintah sudah terlalu lama abai terhadap kewajiban audit dan pengawasan pelaksanaan SMK3 (Sistem Manajemen K3). Kalau kondisi ini terus terjadi, artinya pemerintah sudah menyiapkan kuburan bagi setiap pekerja dan kita akan menunggu ledakan korban K3 selanjutnya,” tutup Darisman.

Narahubung – Darisman : 081310328691

WhatsApp Image 2017-10-26 at 18.49.00

(Foto by : www.bbc.com)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *