157.313 Kasus Kecelakaan Kerja Di 2018
Sepanjang tahun 2018, BPJS Ketenagakerjaan mengantongi data kasus kecelakaan kerja sebanyak 157.313 kasus. Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M Hanif Dhakiri, Angka tersebut berasal dari beberapa kategori.
“Termasuk dalam kategori kecelakaan kerja adalah kecelakaan lalu lintas pada perjalanan pekerja menuju tempat kerja, serta perjalanan pulang dari tempat kerja menuju tempat tinggal,” ujarnya dalam upacara bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Selasa (15/1) di Stadium Istora Senayan, Jakarta.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018, sebanyak 58,76 persen dari total angkatan kerja Indonesia adalah tamatan SMP ke bawah. Hal tersebut berdampak pada kesadaran pentingnya perilaku selamat dalam bekerja.
Oleh karena itu, dia mengajak seluruh stakeholder antara lain pengusaha, serikat pekerja, pekerja, dan masyarakat agar terus meningkatkan kesadaran pentingnya K3 serta pengawasan.
“Kecelakaan kerja tidak hanya menyebabkan kematian, kerugian materi, moril dan pencemaran lingkungan, namun juga dapat mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Kecelakaan kerja juga mempengaruhi indeks pembangunan manusia dan daya saing nasional,” papar dia.
Dalam rangka menekan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sebagai pemegang kebijakan nasional di bidang K3 berdasarkan Undang-Undang 1/1970, Kemenaker telah menetapkan berbagai upaya melalui program K3.
Upaya itu di antaranya menyempurnakan peraturan perundang-undangan serta standar di bidang K3, meningkatkan peran pengawas bidang K3 dalam pembinaan dan pemeriksaan serta penegakan hukum bidang K3, meningkatkan kesadaran pengusaha atau pengurus, tenaga kerja dan masyarakat sehingga memiliki kompetensi dan kewenangan bidang K3.
Selain itu, Hanif meminta pihaknya meningkatkan peran asosiasi-asosiasi profesi K3 dan perguruan tinggi yang memiliki program K3, dan juga meningkatkan peran serta Indonesia dalam forum-forum Regional dan Internasional dalam bidang K3. “Saya sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak terus mengembangkan serta membudayakan K3,” tutup Hanif.
Selain itu seperti yang ditulis oleh VOA, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengatakan, cara yang ada untuk melindungi pekerja dari kecelakaan dan penyakit tidak cukup baik untuk menghadapi bahaya dalam bekerja akibat perubahan dalam sifat kerja. ILO menganjurkan dilakukan perbaikan dalam menangani masalah psikologis akibat dunia kerja yang berubah.
ILO belum lama ini memperkirakan setiap tahun ada 2,78 juta pekerja yang tewas karena kecelakaan di tempat kerja atau penyakit terkait pekerjaan. Dan lebih dari 374 juta orang yang cedera atau luka atau jatuh sakit tiap tahun akibat kecelakaan terkait kerja. Dampaknya pada ekonomi dunia karena hilangnya hari kerja mendekati 4% dari GDP global.
Laporan ILO tentang ini mengingatkan perubahan serta bahaya yang ditimbulkan meningkatnya teknologi bisa membuat keadaan bertambah buruk. Perlu ada langkah baru untuk menangani risiko psycho-social, stres terkait kerja dan penyakit tidak menular akibat bentuk kerja baru.
ILO mengatakan dijitalisasi, imtelijen artifisial, robotik dan otomatisasi memerlukan metoda pemantauan untuk melindungi pekerja. Manal Azzi adalah pakar teknis ILO tentang keselamatan kerja dan kesehatan. Di satu sisi, katanya, teknologi baru membebaskan pekerja dari banyak pekerjaan kotor dan bebahaya. Di sisi lain, katanya, pekerjaan itu bisa menimbulkan berbagai masalah etika.
Ia mengatakan, memantau pekerja telah semakin intrusif membuat mereka bekerja lebih lama sehingga bisa menjadi tidak etis. “Juga sistem pemantauan yang dipakai pekerja. Tadinya cukup dengan memencet. Sekarang bisa mengenakan semacam gelang di pergelangan tangan yang menunjukkan berapa jam seseorang sebenarnya bekerja. Bahkan ada pembicaraan menggunakan implantasi sehingga pekerja dapat dipantau terus-menerus dalam bekerja,” ujarnya.
Azzi mengatakan kemudian ada pula masalah mental yang ditimbulkan lingkungan kerja baru. Laporan ILO itu juga menyinggung perubahan demografis. Dikatakan majikan perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan fisik pekerja yang berumur tua yang mungkin perlu pelatihan untuk mengoperasikan perlengkapan.
Satu bidang lain yang jadi pemikiran adalah perubahan iklim. ILO berpendapat positif tentang lapangan kerja hijau. Hanya orang perlu dilindungi dari suhu udara panas yang menambah risiko seperti polusi udara, stres akibat panas dan penyakit yang baru muncul.
Di masa lalu untuk menghindari risiko, orang menciptakan lingkungan kerja yang aman. Penyusun laporan ILO itu mengatakan sekarang perlu antisipasi akan risiko. Ketrampilan baru dan informasi mengenai keselamatan dan kesehatan di tempat kerja harus dipelajari jauh sebelumnya. Sebelum orang muda melamar kerja, mereka harus memahami hak-hak mereka. Kekuatan pengetahuan akan menolong dalam melindungi pekerja di tempat kerja.
Sumber: VOA, BPJS TK
*Puji Fauziah