
(Cibitung, Bekasi, 28/4/2025) Peringatan International Workers Memorial Day (IWMD) 2025 tidak hanya berlangsung di KBN Cakung bersama FSBPI dan FBTPI, tetapi juga digelar dengan penuh makna di Cibitung, Kabupaten Bekasi. Lima orang anggota PUK SP LEM SPSI PT. Hitachi Construction Machinery Indonesia (HCMI) menjadi penggerak aksi yang berlangsung pada Senin sore, pukul 16.00 WIB.
Kegiatan dimulai dengan persiapan teknis pembagian tugas, penyusunan strategi perjuangan IWMD, serta penyiapan berbagai atribut aksi seperti selebaran, poster, dan media pendukung lainnya. Aksi ini tidak hanya menjadi momen reflektif, tetapi juga sebagai bentuk kampanye edukatif yang menyasar langsung para buruh di tempat kerja mereka sendiri.
Tepat pukul 17.00 WIB, lima perwakilan serikat bergerak menuju gerbang pabrik, tempat para buruh keluar dari area kerja. Mereka membagikan selebaran yang berisi informasi tentang pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Para buruh yang keluar dari gerbang mendapatkan selebaran dan penjelasan langsung bahwa hari itu adalah peringatan IWMD, hari mengenang para pekerja yang meninggal, cedera, atau sakit akibat kerja.
Sebanyak delapan petugas satuan pengamanan pabrik di gerbang kanan turut membantu kelancaran lalu lintas bagi buruh yang menyeberang. Beberapa dari mereka juga ikut membagikan poster. Di gerbang kiri, anggota serikat lainnya melanjutkan aksi pembagian selebaran kepada buruh yang hendak pulang.
Ketua Serikat, Bung Kartono, ikut mendampingi jalannya aksi. Ia bersama rekan-rekannya berjajar rapi di sepanjang jalan dengan penuh kesungguhan.
“Semua ini dilakukan karena tingginya angka kecelakaan kerja di pabrik HCMI. Tulisan dan logo perusahaan bertema ‘zero accident’, tetapi korban tetap ada dan terus bertambah,” ujarnya tegas.
Selain Bung Kartono, beberapa buruh lainnya juga menyampaikan pernyataan mereka. Yayan Sugiarto (50), buruh HCMI yang telah bekerja selama 18 tahun, menyampaikan bahwa standar keselamatan kerja masih rendah, dan seringkali dikorbankan demi efisiensi dan keuntungan.
“Kawan kita banyak yang sakit dan meninggal karena kerja. Ini harus diperjuangkan bersama. Harapan kita: kerja sehat dan sejahtera, supaya tua tidak cepat mati,” katanya dengan nada serius.
Sementara itu, Bung Fery, buruh yang telah bekerja 19 tahun di bagian vital perusahaan, menambahkan bahwa kini di pabrik mereka memang sudah ada perubahan.
“Dulu kita kerja tanpa perlindungan memadai. Sekarang sudah pakai wearpack, respirator, dan alat pelindung lainnya. Pesan saya: Utamakan K3 karena kesehatan tak bisa dinilai dengan uang. Semangat untuk kita semua, salam K3, dan IWMD harus selalu kita peringati dan perjuangkan.”
Bung Hermawan, buruh berusia 52 tahun, juga berbagi pengalaman pribadinya.
“IWMD ini mengingatkan kita agar lebih peduli pada kesehatan dan keselamatan kerja. Jika kita hanya mengejar materi, uang sebanyak apa pun tidak akan berguna bila kita sakit di usia tua. Saya pernah tertimpa besi seberat 8 kg dari ketinggian 6 meter. Jadi, yang muda dan masih aktif bekerja, jagalah K3 kalian.”

Selepas Magrib, peserta aksi berjalan sejauh 1.000 meter ke kantor sekretariat serikat yang terletak di samping klinik perusahaan. Di sana, mereka menggelar prosesi peringatan: menabur bunga di atas foto-foto korban kecelakaan kerja, menyusun poster sejajar dengan foto-foto tersebut, lalu duduk melingkar dan menyalakan lilin, dan berdoa sebagai bentuk penghormatan.
Ketua Serikat, Bung Kartono, kembali menyampaikan makna IWMD dan menyoroti bahwa HCMI, sebagai perusahaan asal Jepang yang beroperasi di Indonesia, kerap lalai dalam memenuhi standar K3.
“Perusahaan sudah berjanji akan bekerja sama dengan serikat dalam memperbaiki kondisi kerja yang lebih aman dan manusiawi,” katanya.
Sementara itu, Bung Samsuri, perwakilan dari LION Indonesia yang turut hadir mendampingi aksi, menyampaikan pesan reflektif kepada seluruh peserta. Ia menyoroti bahwa risiko kerja bukan hanya berasal dari aspek fisik, tetapi juga kimia, biologis, ergonomis, hingga psikososial.
“Tahun ini, BPJS mencatat lebih dari 460.000 kasus kecelakaan kerja. Dari data tersebut, kita harus sadar bahwa kecelakaan dapat terjadi kepada siapa pun dan di mana pun buruh bekerja. Tetap jaga keselamatan saat bekerja, karena keselamatan dan kesehatan kita lebih penting dari apa pun,” ujarnya.
Ia lalu mengajak semua peserta untuk mengheningkan cipta, berdoa bersama sebagai bentuk penghormatan bagi para buruh yang telah meninggal, cedera, atau sakit akibat kerja. Bung Samsuri juga menegaskan bahwa banyak buruh yang pensiun tanpa mendapatkan pemeriksaan kesehatan dari perusahaan dan tidak sedikit dari mereka meninggal tidak lama setelah pensiun.
Sebagai penutup, para buruh melakukan aksi teatrikal dengan berbaring di antara deretan poster, taburan bunga, helm, dan sepatu kerja. Aksi ini menjadi simbol dari korban yang terus bertambah, sekaligus seruan moral bahwa tragedi akibat kerja tidak boleh lagi dibiarkan berulang.
Penulis: Samsuri