Jerat Asbes, Ancaman Senyap bagi Hak Rumah Layak Huni

·

·

Staf LION Indonesia sedang mengambil sampel material mengandung asbes di lokasi bencana alam gempa bumi di Kabupaten Cianjur (Februari 2023)

Di sudut-sudut permukiman padat, atau di pinggiran kota yang ramai, ia dapat dengan mudah ditemukan: atap mengandung asbes. Murah, mudah dipasang, dan seolah menjadi solusi instan bagi jutaan keluarga yang mendambakan tempat bernaung. Namun, di balik kemudahannya, atap itu menyimpan bahaya senyap yang mengintai. Setiap helai serat mikroskopis yang terlepas adalah tiket menuju penyakit paru-paru kronis, bahkan kanker. Ini bukan hanya soal konstruksi, tapi soal hak asasi manusia atas rumah yang sehat dan selamat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 memicu keprihatinan dimana 9,42 persen rumah tangga di Indonesia masih menggunakan asbes sebagai atap rumah terluas. Di Bangka Belitung dan DKI Jakarta, angkanya melonjak di atas 50 persen. Bagi mereka, rumah—seharusnya benteng perlindungan—justru dapat menjadi sumber ancaman kesehatan yang paling intim.

Produk mengandung asbes yang terganggu atau rusak dapat berisiko melepaskan serat asbes terlepas dari ikatan semen ke udara, sehingga dapat terhirup oleh siapapun. Ancaman asbes adalah bahaya laten, paparan yang terjadi hari ini bisa menimbulkan penyakit mematikan puluhan tahun kemudian. Keterpaparan terhadap asbes (krisotil) dan seluruh bentuk serat asbes menyebabkan penyakit fatal termasuk asbestosis, kanker paru-paru, mesotelioma (kanker mesotelium—lapisan pelindung di dalam rongga tubuh dan di luar organ dalam, seperti paru-paru, jantung, dan usus—dan kanker laring dan ovarium.[1] Ironi ini menempatkan masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, di persimpangan sulit antara keterjangkauan dan keselamatan.

Selama ini, pemenuhan hunian layak kerap fokus pada aspek luas bangunan, ketersediaan air bersih, dan sanitasi. Namun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan bahwa Aspek Kesehatan Rumah Layak Huni jauh melampaui itu.

“Pemilihan material juga perlu memperhatikan aspek kesehatan dengan tidak menggunakan material seperti asbes yang dapat membahayakan kesehatan penghuni,” demikian kutipan tegas dari Peraturan Bupati Tangerang No. 92 Tahun 2023 Tentang Petunjuk Teknis Pembangunan Rumah Layak Huni, yang mencerminkan standar yang harus dipegang. Ini berarti, rumah tidak layak huni tidak hanya diukur dari kerapuhan struktur, tetapi juga dari ancaman Kesehatan dari material beracun yang digunakannya.


Asbes dalam Pusaran Regulasi: Dari B3 hingga Kategori Rumah Tak Layak Huni

Pemerintah kini bergerak lebih jauh dari sekadar imbauan. Dalam catatan rapat INA-BAN (Indonesia Ban Asbestos Network) dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) pada Oktober 2025, terlihat komitmen implementasi yang konkret:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Bangunan Gedung, yang melarang penggunaan bahan beracun dan berbahaya (B3). PP ini harmonis dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) yang memasukkan chrysotile (asbes putih) dan crocidolite (asbes biru) sebagai B3.
  2. Kategori Rumah Tak Layak Huni: Asbes secara eksplisit dimuat dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 sebagai bahan berbahaya, dan telah diterjemahkan dalam Surat Edaran Menteri yang menggolongkan rumah beratap asbes sebagai rumah tidak layak huni kategori C.
  3. Peraturan Menteri PUPR Nomor 21/2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau, yang secara eksplisit melarang asbes demi Kesehatan dan keamanan.
  4. Dilarang dalam Program Pemerintah: Kementerian PKP memastikan program “3 Juta Rumah” tidak akan menggunakan asbes dan mencantumkannya dalam checklist pemeriksaan untuk penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Langkah-langkah ini menunjukkan harmonisasi regulasi, mulai dari PP 16 Tahun 2021 yang melarang penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), hingga Peraturan Menteri PUPR No. 21/2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau. Semua regulasi ini menunjuk pada satu tujuan: menjamin rumah yang aman, sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Melalui penerbitan buku saku “Rumah Layak Huni” oleh Kementerian PKP, diharapkan tidak ada lagi alasan bagi pengembang, termasuk masyarakat swadaya, untuk abai terhadap standar kesehatan bangunan.

Buku Saku RLH tersebut telah sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan yang melarang menggunakan bahan bangunan, perabotan produk rurnah tangga yang mengandung bahan kimia berbahaya, seperti Timbal (Pb), Asbes, Formaldehid (CH20).


Peran Pengawasan Publik

Tantangan terbesar kini ada pada pembangunan swadaya dan peralihan ke material aman. Asbes seringkali dipilih karena kemudahan dan harga yang minimal. Untuk mengatasi hal ini, sosialisasi material alternatif yang terjangkau menjadi kunci.

Masyarakat memegang peran krusial dalam mengawal realisasi hak atas rumah layak huni yang bebas dari bahaya asbes. Selain memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan tinggal di lingkungan yang sehat, warga juga dijamin haknya untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan. Jika menemukan penggunaan material asbes dalam program pembangunan yang didanai pemerintah (APBN atau APBD), masyarakat dapat memanfaatkan kanal pelaporan resmi seperti benarpkp[2] untuk melaporkan pelanggaran tersebut. Lebih dari sekadar pelapor, inisiatif masyarakat melalui edukasi swadaya mengenai bahaya asbes dan promosi penggunaan material alternatif yang aman (seperti genteng tanah liat atau metal) juga sangat penting untuk memastikan bahwa standar keselamatan dan kesehatan—yang kini secara tegas mengkategorikan rumah beratap asbes sebagai tidak layak huni kategori C—terimplementasi secara konsisten, terutama dalam proyek pembangunan mandiri.

Rumah layak huni adalah tentang martabat, keamanan, dan kesehatan, bukan hanya tembok dan atap. Membebaskan Indonesia dari jerat asbes adalah mewujudkan hak paling mendasar bagi setiap keluarga untuk hidup sehat di rumahnya sendiri.


[1] World Health Organisation (WHO) International Agency for Research on Cancer (IARC) 2012. Monograph Volume 100C: Asbestos (Chrysotile, Amosite, Crocidolite, Tremolite, Actinolite and Anthophyllite). http://publications.iarc.fr/120

[2] https://pkp.go.id/berita/detail/kementerian-pkp-luncurkan-kanal-pengaduan-konsumen-perumahan-terpadu-benar-pkp


Latest Posts