Kerentanan Buruh Perempuan: Refleksi Hari Perempuan Internasional
Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional, isu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi buruh perempuan kembali mencuat. Kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dialami buruh perempuan, terutama di sektor manufaktur, menjadi sorotan serius. Hal ini sejalan dengan temuan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan pada Peringatan Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Sedunia 2024, yang menyoroti kerentanan buruh rumahan dan perempuan di sektor berbahaya.
“Hasil pemantauan kami terhadap situasi buruh rumahan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara pada tahun 2023 menunjukkan bahwa buruh rumahan sangat rentan terhadap kecelakaan kerja. Bahkan, terdapat kasus kematian akibat kecelakaan kerja yang disertai kesulitan dalam pemenuhan penanganan dan kompensasi,” jelas Tiasri Wiandani, Komisioner Komnas Perempuan.
Selain kecelakaan kerja, buruh perempuan juga menghadapi risiko kesehatan jangka panjang. Paparan bahan kimia berbahaya, debu tekstil, asbes dan getaran mesin dapat menyebabkan penyakit seperti gangguan pernapasan, dermatitis, dan bahkan kanker.
Buruh perempuan di sektor manufaktur dan industri sering kali terpapar risiko kesehatan yang unik. Misalnya, buruh di pabrik elektronik rentan terhadap paparan timbal dan bahan kimia beracun, sementara buruh di pabrik tekstil sering mengalami gangguan muskuloskeletal akibat posisi kerja yang tidak ergonomis. Selain itu, paparan jangka panjang terhadap bahan beracun dan berbahaya dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi, seperti meningkatnya risiko keguguran atau kelainan pada janin.
Kasus-kasus ini tidak hanya mengekspos kerentanan buruh perempuan di lingkungan kerja, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya regulasi yang melindungi hak-hak mereka. Buruh perempuan, baik di sektor formal maupun informal, sering kali menghadapi risiko ganda, mulai dari kurangnya perlindungan hukum hingga minimnya akses terhadap fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja.
Indonesia sebenarnya telah memiliki sejumlah regulasi yang bertujuan melindungi buruh perempuan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, misalnya, mengatur hak cuti haid, cuti hamil, dan perlindungan bagi buruh perempuan yang bekerja pada malam hari. Selain itu, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya perlindungan khusus bagi buruh perempuan, termasuk penyediaan fasilitas kesehatan dan lingkungan kerja yang aman.
Momentum Hari Perempuan Internasional tahun ini menjadi pengingat bahwa perlindungan K3 bagi buruh perempuan harus menjadi prioritas. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan inklusif. Sosialisasi tentang hak-hak buruh perempuan, peningkatan pengawasan terhadap implementasi regulasi, dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai adalah langkah-langkah konkret yang dapat diambil.
Kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dialami buruh perempuan menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam hal K3. Dengan memperkuat regulasi dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya K3, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan adil bagi semua buruh, termasuk perempuan. Sejarah Hari Perempuan Internasional adalah sejarah perlawanan, Maka pada hari ini, mari kita tegaskan kembali komitmen dan perkuat perjuangan untuk perlindungan yang setara dan memastikan bahwa tidak ada lagi buruh perempuan yang harus mengorbankan kesehatan dan keselamatannya demi pekerjaan.
Penulis : Nada