Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian kerja sama antara kedua lembaga yang ditandatangani baru-baru ini.
“Para freelancer sering menghadapi kondisi kerja yang buruk misalnya upah yang telat, kurang atau bahkan tidak dibayar sama sekali oleh para pemberi kerja,” kata Koordinator Divisi Advokasi SINDIKASI Nur Aini.
Selain itu, berdasarkan catatan SINDIKASI, mereka juga seringkali bekerja tanpa batas waktu, upah lembur, jaminan sosial, kesehatan, serta perlindungan keselamatan kerja.
“Ini seringkali terjadi karena tidak ada perjanjian hitam di atas putih yang menjadikan posisi pekerja freelancedalam industri media dan kreatif kerap terabaikan hak-haknya,” tambah Direktur LBH Pers Ade Wahyudin.
Dalam perjanjian kerja sama ini, kedua lembaga bersepakat untuk menganalisis berbagai aturan hukum yang ada terkait pekerja freelance dan menyusun buku panduan kontrak kerja.
Sementara untuk melengkapi analisis tersebut, SINDIKASI berencana menggelar rangkaian diskusi di Bandung, Surabaya, dan Jakarta dengan melibatkan para freelancer dari berbagai sektor.
SINDIKASI juga akan melakukan pertemuan dengan pemangku kepentingan baik itu pemerintah, DPR, organisasi pengusaha, maupun organisasi profesi untuk membahas perlindungan hak pekerja freelance.
“Dengan terus meningkatnya tren kerja fleksibel di era ekonomi digital ini, SINDIKASI berkomitmen untuk mendorong tercipta dan terimplementasinya instrumen hukum yang mampu melindungi segenap lapisan pekerja, termasuk freelancer di industri media dan kreatif,” tambah Ketua SINDIKASI, Ellena Ekarahendy