IWD 2019, Lindungi Hak-Hak Buruh Perempuan
Hak-hak buruh perempuan harus dilindungi. Namun, tidak jarang di berbagai perusahaan buruh perempuan sangat mengalami intimidasi, pelecehan dan kekerasan seksual pun seringkali terjadi. Hak-hak mereka tidak dipenuhi, seperti cuti haid untuk hari pertama dan kedua. Tidak hanya itu, proses pengambilan cuti pun seringkali dipersulit.
“Pengambilan cuti haid pun sangat tidak mudah, dan selanjutnya kita hanya dikasih cuti haid hanya satu hari dari yang seharusnya dua hari, yaitu hari pertama dan kedua menurut peraturan undang-undang.” Itulah sedikit kisah dari buruh perempuan, Siska saat mengikuti aksi ketika ditemui Lion saat acara International Womens Day (IWD) di depan Gedung Sate, Jum’at (8/2/2019).
Siska mengungkapkan bahwa dia dan teman-teman buruh perempuan di tempatnya bekerja dianjurkanoleh dokter yang telah bekerja dengan perusahaan agar para buruh perempuan tidak melakukan cuti haid. Padahal, cuti haid,cuti hami, dan cuti menyusui sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Dari perusahaan menganjurkan kita untuk KB, baik yang sudah berumah tangga atau pun belum. Bahkan kami ditawari satu kali suntikan supaya tidak haid selama beberapa bulan, dan itu sangat miris sekali.” Ungkapnya.
Selanjutnya Siska mengatakan, di perusahaan tempatnya bekerja, dan sudah berpuluh-puluh tahun beroperasi masih belum ada K3, juga masih banyak karyawan yang belum mendaftar ke BPJS Ketenagakerjaan. “Bahkan masih ada kurang lebih 140 karyawan yang masih belum didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Dalam peringatan IWD ini, Siska yang merupakan Juru Bicara Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) mengangkat isu Cabut PP 78 yang menurutnya sangat merugikan buruh yang ada di Indonesia. Hapus sistem kerja kontrak dan outsourching. “Itu rasanya memang perlu sekali untuk ditiadakan sistem kerja outsourching dan kontrak itu sendiri. Dan mungkin yang terjadi saat ini ya melindungi hak reproduksi buruh perempuan,” pungkasnya.
Selanjutnya, Supinah yang merupakan Juru Bicara Konfederasi Serikat Nasional (KSN) juga mengatakan hal yang sama, dirinya mengatakan bahwa sistem kerja kontrak dan outsourching adalah penjajahan gaya modern karena sangat menindas perempuan, dan sangat mendiskriminasikan perempuan.
“Perempuan gak boleh hamil,karena di sistem kerja kontrak dan outsourching pasti perempuan itu dikeluarkan,” tegasnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa cuti haid, cuti hamil, dan cuti menyusui sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Namun kenyataannya karena ada sistem kontrak dan outsourching tersebut, hak-hak buruh peremuan diabaikan.
“Pemerintah pusat dan daerah selayaknya memperketat pengawasan, buat apa undang-undang dibuat kalau tidak dijalankan, karena di sini buruh perempuan yang dirugikan. Peraturan sudah ada, di sini tinggal perusahaan yang memperketat pengawasan,” pungkasnya.
Reporter: Puji Fauziah