Laporan naratif Seminar Bandung Sehat Tanpa Asbes
Seminar “Bandung Sehat Tanpa Asbes”
Bahaya Asbes Bagi Kesehatan dan Lingkungan Masyarakat
Bandung, 13 Februari 2018
1: Pendahuluan
- Latar Belakang
Asbes (asbestos) merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak dipakai di dunia sejak lama[1]. Terdapat banyak jenis serat asbes tetapi yang paling umum dipakai adalah chrysotile, amosit dan crocidolite, semuanya merupakan silikat magnesium berantai hidrat, kecuali crocidolite yang merupakan silikat natrium dan besi. Serat asbes bersifat tahan panas dapat mencapai 800oC.[2] Karena sifat inilah maka asbes banyak dipakai di industri konstruksi dan pabrik. Selain itu asbes relatif sukar larut, daya regang tinggi dan tahan asam (hanya amfibhol). Dalam aplikasinya, sekitar 97% asbes yang di import ke Indonesia di gunakan sebagai bahan baku untuk bahan bangunan seperti produk atap semen, plafond, dan partisi. Sedangkan sisanya digunakan untuk Gasket, rem dan kopling kendaraan dan produk lainnya.
WHO (World Health Organization) Telah menyatakan bahwa semua jenis asbes sebagai bahan Karsinogenik (Memicu Kanker). Dan Asbes putih (Chrysotile) telah terbukti mengakibatkan asbestosis, kanker paru, mesothelioma dan kanker laring dan ovarium (IPCS, 1998; WTO, 2001; IARC, 2012; WHO, 2014; Collegium Ramazzini, 2015).
Tahun 2010, International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) mempublikasikan satu laporan berjudul Danger in Dust (ICIJ,2010). Konsorsium jurnalis investigative yang belakangan (2016) terkenal dengan proyek Panama Papers ini menyampaikan laporan panjang dari 6 negara menyoal perdagangan asbestos, sebagai salah satu serat penyebab kanker[3], di negara-negara berkembang dari negara maju (Industrialized country) yang telah melarang atau membatasinya.
Dalam laporannya, ICIJ mengatakan “A global network of lobby groups has spent nearly $100 Million since the mid-1980 to preserve the market for asbestos, a carcinogen now banned or restricted in 52 countries[4].” Dalam investigasi yang dilakukan selama 9 bulan pada 2009, ICIJ membongkar relasi mendalam antara kalangan industri, pemerintah, bahkan ilmuwan di negara maju untuk tetap memperdagangkan asbestos di negara-negara berkembang[5]. Pada bagian kesimpulan hasil investigasinya, ICIJ mengutip James Leigh, mengatakan bahwa pada 2030 akan terjadi “booming” korban asbestos di dunia yang akan mencapai 10 Juta orang[6]. Bahkan dalam laporan WHO terbaru menyebutkan sudah 65 Negara di dunia melarang pemakaian Asbes secara Total maupun parsial. Langkah pelarangan yang di lakukan ke 65 negara ini adalah
Indonesia sendiri sebenarnya telah menyadari bahwa asbes itu bahaya, salah satunya dengan dikeluarkannya Peraturan menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : Per.03/Men/1985 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes, selain itu pemerintah telah memasukan asbes kedalam golongan bahan bahaya dan beracun yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun. Namun, sampai saat ini belum adanya peraturan yang membatasi pemakaian dan produksi asbes. Bahkan untuk impor asbes tidak dikenakan pajak sama sekali (bebas Pajak), sehingga pemakaian asbes di indonesia masih tinggi.
Jawa Barat sebagai wilayah dengan populasi terbesar di Indonesia menempati posisi ke 7 dalam konsumsi asbes di Indonesia, dengan mayoritas penduduk perkotaan yang lebih banyak di banding wilayah perdesaan, sehingga tidak heran Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan di Jawa Barat mempunyai andil besar sebagai daerah yang menggunakan asbes, nyatanya lebih dari 10% bangunan di Kota Bandung menggunakan atap asbes.[7]
Dengan penjelasan di atas, maka Indonesia Ban Asbestos Network (INABAN) sebagai inisiator bersama jaringan lembaga Local Initiative for OSH Network (LION) Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat, Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Bandung, Palang Merah Indonesia (PMI) – Kabupaten Cianjur, Lembaga Pers Mahasiswa SUAKA – UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Lembaga Pers Mahasiswa ISOLA Post – Universitas Pendidikan Indonesia, dan AMSA (Asia Medicine Student Association) Universitas Padjadjaran, mengadakan seminar “Bandung Sehat Tanpa Asbes” sebagai upaya menyebarluaskan informasi bahaya asbes kepada masyarakat luas khususnya masyarakat kota Bandung. Kegiatan ini bertujuan menghimbau masyarakat khususnya warga kota Bandung agar mengurangi penggunaan produk berbahan baku asbes yang sudah termasuk sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Selain itu kegiatan ini juga diharapkan dapat berkontribusi mendorong pemerintah baik ditingkatan daerah maupun nasional secara tegas membatasi penggunaan asbes bahkan melakukan pelarangan penggunaan bahan asbes. Bandung sebagai daerah yang menjadi Pilot Project untuk Indonesia dan memberikan terobosan dalam menerbitkan peraturan daerah yang melindungi masyarakatnya dari bahaya asbes.
- Tujuan Kegiatan
- Memberikan informasi, pengetahuan, dan pemahaman tentang bahaya penggunaan asbes dan produk asbes bagi kesehatan masyarakat serta proses penanganan limbah produk asbes dan dampak bagi lingkungannya.
- Tersusunnya rencana tindak lanjut dalam upaya pelarangan asbes dan menjadikan Bandung sebagai Pilot Project nasional dalam mendukung peraturan daerah untuk pelarangan asbes serta masuknya peraturan Bahaya Asbes pada PROLEGDA (Program Legislasi Daerah ) Kota Bandung.
- Waktu Kegiatan
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Februari 2018
Waktu : Pukul 09.00 – selesai
Tempat : Gedung Indonesia Menggugat
JL Perintis Kemerdekaan, No. 5, Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat
- Metode Kegiatan seminar
Presentasi dan diskusi
- Sasaran Kegiatan
Sebagai sarana sosialisasi kampanye bahaya asbes maka kegiatan seminar ini terbuka untuk umum, dengan menjadikan masyarakat yang berada di daerah kota Bandung dan sekitarnya sebagai sasaran dari kegiatan seminar. Jumlah peserta pada seminar ini adalah 63 Orang.
2: Pelaksanaan Kegiatan
Rundown Acara :
Jam | Acara | Tema | PIC |
09.00 – 09.05 | Pembukaan | Panitia | |
09.05 – 09.10 | Menyanyikan Lagu “Indonesia Raya” | Panitia | |
09.10 – 09.20 | Pemutaran Film
|
“Maut di Butir Debu Asbes”
|
Panitia |
09-20 – 11.00 |
Panel I
Asbes dan Dampak bagi Kesehatan
Moderator : M. Darisman (INA-BAN)
|
Bandung Sehat Tanpa Asbes |
Moderator : M. Darisman (INA-BAN)
|
Penyakit yang berhubungan dengan asbes pada pekerja yang terpapar asbes. | Dr. Anna Suraya | ||
Bandung Bebas Sehat tanpa Asbes : Penataan ruang wilayah kota dan hak masyarakat unutuk hidup sehat. | Rendiana Awangga (Sekretaris Komisi C – DPRD Kota Bandung | ||
Asbestos Removal : Pengendalian resiko bahaya paparan asbes pada saat pembongkaran material mengandung asbes. | Hery Hidayat ( PMI Kabupaten Cianjur) | ||
11.05 – 12.15 | Diskusi dan Tanya Jawab | ||
12.00 – 13.00 | Istirahat dan Makan Siang | ||
13.00 – 14.05 | Panel II
Asbes dan Dampak bagi Lingkungan
Moderator : Ade Fauziah (LPM SUAKA)
|
Dampak bahaya asbes bagi Lingkungan dan Penanganan Limbah Asbes | Dadan Ramdan (WALHI Jawa Barat) |
Perlindungan masyarakat dari bahaya asbes | dr. Henny Rahayu (Dinas Kesehatan Kota Bandung) | ||
14.05 – 14.35 | Diskusi dan Tanya Jawab | Panitia | |
14.35 – 14.50 | Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut | Panitia | |
14.35 | Penutup | Panitia |
Gambaran umum presentasi :
“Penyakit yang berhubungan dengan asbes pada pekerja yang terpapar asbes”
Anna Suraya M.KK, SpOK
Pada awal presentasinya, dr Anna memaparkan tentang sejarah Asbes sebagai bahan baku industri dan penggunaannya di Indonesia. Indonesia telah menggunakan asbes sejak tahun 1950- an, setidaknya sekitar 100ribu Ton Meter Kubik Asbes di impor ke Indonesia dimana sekiar 90 % dipergunakan untuk bahan baku material konstruksi ada sekitar 27 Pabrik di Indonesia yang menggunakan asbes sebagai bahan baku produksi. dr Anna juga sedikit memaparkan tentang kondisi K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di Indonesia dimana hingga tahun 2016, Selama sekitar 65 tahun Indonesia menggunakan asbes, ada beberapa hal penting yang perlu dicatat, diantaranya meski Industri Indonesia telah lama menggunakan asbes, namun Pemerintah Indonesia tidak atau mencatat satupun Korban Penyakit yang berhubungan dengan asbes (Asbestos Related Disease) dalam artian Pemerintah Indonesia belum pernah membayarkan klaim asuransi BPJS ketenagakerjaan terkait penyakit akibat kerja yaitu penyakit akibat asbes. Catatan lainnya Kondisi di lapangan saat ini dimana sedikitnya jumlah personil pengawas ketenagakerjaan dan fasilitas pemeriksaaan kesehatan pekerja yang masih di anggap kurang memadai serta undang undang atau regulasi terkait K3 sudah usang, undang undang tentang K3 yang berlaku saat ini adalah UU no 01 tahun 1970.
Globalisasi yang dimana mendorong transfer Industri dari negara maju ke negara seperti Indonesia pada kenyataanya tidak berjalan berimbang, dimana negara maju kebanyakannya hanya mentransfer modal dan alat produksi, namun tidak mentransferkan program atau sistem K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang sama baiknya dari negara asal, termasuk kualitas alat pelindung diri. Dari 108 kasus kanker paru, 25,9 % nya di akibatkan oleh paparan asbes. Dan rata-rata setiap tahunnya ditemukan 1.000 kasus kanker paru-paru.
Pada tahun 2016, dr Anna bersama rekannya melakukan sebuah studi pemeriksaan medis kepada 20 pekerja yang bekerja di 2 pabrik yang menggunakan bahan baku asbes. Para pekerja ini terdiri dari 3 orang perempuan dan 17 laki-laki, dan rata-rata masa bekerja hampir 17 tahun. Hasil dari pemeriksaan medis ini ditemukan 10 orang atau rata-rata 50% pekerja di diagnosa menderita penyakit akibat asbes.
Penyakit akibat asbes adalah adalah fakta, permasalahan terkait asbes tidak hanya sebatas di lingkungan pekerja dan keluarga pekerja serta pabrik yang menggunakan bahan baku asbes, tapi sebagai mana kita ketahui bahwa asbes juga menjadi permasalahan bagi para pengguna atau konsumen produk yang mengandung asbes. Bahaya bahan B3 seperti asbes bisa mengancam para pekerja konstruksi, masyarakat dan lingkungan sekitar pengguna produk.
“Bandung Bebas Sehat tanpa Asbes : Penataan ruang wilayah kota dan hak masyarakat unutuk hidup sehat”
Rendiana Awangga (Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung)
Masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat kota Bandung masih salah memahami tentang apa itu asbes, masyarakat masih mengasosiasikan asbes sebagai produk atap semen bergelombang, namun asbes sesungguhnya adalah bahan baku yang terdapat dalam produk atap semen bergelombang tersebut, dan karena asbes adalah bahan baku produk maka asbes juga berada dalam produk lainnya khususnya produk bahan bangunan atau konstruksi. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat terkait hal ini menjadikan penggunaan produk berbahan asbes seperti atap semen bergelombang banyak di gunakan oleh masyarakat luas. Jawa Barat sebagai wilayah dengan populasi terbesar di Indonesia menempati posisi ke 7 dalam konsumsi asbes di Indonesia, dengan mayoritas penduduk perkotaan yang lebih banyak di banding wilayah perdesaan, sehingga tidak heran Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan di Jawa Barat mempunyai andil besar dalam daerah yang menggunakan asbes, menurut data BPS tahun 2015, lebih dari 10% bangunan di Kota Bandung menggunakan atap asbes.
Mengingat bahaya asbes sebagai bahan baku bangunan yang sudah termasuk kedalam bahan beracun berbahaya atau B3 dan bahan karsinogenik atau pemicu kanker, maka sudah seharusnya pihak pemerintah tidak hanya sekedar melakukan sosialisasi tapi juga langkah konkrit lainnya untuk membatasi bahkan melarang penggunaan produk berbahan asbes, mengawasi dan mengendalikan bahan asbes ini demi melindungi hak masyarakatnya untuk hidup sehat.
Terkait dengan Penataan ruang wilayah kota, pemerintah kota Bandung pada waktu dekat akan melakukan revisi mengenai Peraturan Daerah tentang bangunan gedung. Saya bersama beberapa teman – teman di pemerintahan Kota akan berupaya untuk memasukan produk berbagai asbes sebagai bahan bangunan yang akan di batasi bahkan dilarang untuk di gunakan sebagai bahan bangunan. Dalam rangka persyaratan keandalan bangunan gedung khususnya syarat kesehatan.
Dalam rangka inisiatif pemerintah Kota Bandung untuk mengendalikan penggunaan produk berbahan baku asbes mungkin sudah saat nya pemerintah kota bandung untuk memulai mengurangi dan membatasi penggunaan produk berbahan asbes di lingkungan bangunan dan fasilitas publik milik pemerintah seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan milik pemerintah kota lainnya.
Inisitatif pelarangan penggunaan produk berbahan asbes dan Penataan Kota menjadi tanggung jawab semua pihak antara pemerintah dan masyarakat dan elemen lainnya yang harus bersinergi untuk mengelola, merawat, melestarikan dan menjaga mewujudkan permukiman yang lebih baik sehingga akan tercipta kehidupan yang sehat dan dinamis untuk kota yang lebih baik untuk bangsa Indonesia yang lebih maju.
“Asbestos Removal : Pengendalian resiko bahaya paparan asbes pada saat pembongkaran material mengandung asbes”
Hery Hidayat (PMI KabupatenCianjur)
Hery Hidayat sebagai perwakilan Palang Merah Indonesia Kabupaten Cianjur memiliki pengalaman penting dalam proses pembongkaran produk asbes, pada tahun 2010, bersama rekan rekan PMI beliau mengikuti pendidikan dan pelatihan bersama mengenai pengendalian resiko bahaya asbes pada saat pembokaran marerial mengandung bahan asbes dan bahya paparan asbes pada saat pencarian korban bencana alam dan pembangunan rumah sementara untuk para pengungsi bencana alam. Dalam awal presentasi nya beliau memberitahukan bahawa penting untuk diketahui bahwa ketika produk yang mengandung material asbes dalam kondisi baik, biasanya tidak menimbulkan bahaya. Namun, asbes yang aus atau rusak menimbulkan risiko besar terhadap kesehatan dan keselamatan manusia karena serat dapat terlepas dan menjadi udara. Debu Asbes tidak bisa telihat oleh kasat mata dan tidak memiliki bau sehingga sangat sulit untuk terdeteksi oleh manusia. Mulai Perhatikanlah lingkungan sekitar anda dan jika anda menemukan material yang mengandung bahan baku asbes di sekitar lingkungan tempat tinggal anda, khususnya produk berbahan asbes yang telah berumur tua, berikut ini adalah beberapa hal yang perlu di perhatikan jika anada menemukan produk berbahan asbes:
- Jangan merusak bahan yang dicurigai mengandung material asbes. Kegiatan memasang, mematahkan, menggergaji, mengebor, membuang serta menghancurkan bahan yang mengandung asbes juga bisa melepaskan partikel serat asbes ke udara. Debu ini sangat berbahaya bila sampai terhirup dan masuk paru-paru atau tubuh manusia.
- Jika anda menemukan barang yang mengandung asbes, lakukan isolasi atau segel ruangan atau berikan label peringatan besar untuk tidak mengijinkan siapapun untuk memasuki daerah tersebut.
- Pakailah masker jika anda menemukan material Asbes yang rapuh dan rusak.
- Jika pakaian terkontaminasi oleh debu / serat asbes, buanglah pakaian itu. Serat yang mengandung debu asbes dapat menyerang siapa saja yang mencuci atau menyetrika pakaian yang terkontaminasi debu asbes.
Pencegahan adalah kunci dalam proses penghapusan bahaya paparan asbes.
- Semua orang perlu menyadari bahwa ada potensi bahaya dalam setiap bahan yang mengandung asbes
- Tidak menggunakan atau membeli produk berbahan asbes
- Tidak merusak, memecahkan dan membongkar dan aktivitas lain yang bisa melepaskan ikatan serat asbes dari semen.
- Setiap orang yang “bersentuhan” dengan asbes harus memiliki perlengkapan dan kualifikasi yang memadai
- Memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang memindahkan atau membongkar asbes
- Memiliki perlengkapan yang aman buat diri dan lingkungan
Berdasarkan pengalaman PMI Kabupaten Cianjur berikut adalah Langkah-langkah kerja untuk meminimalisir resiko paparan asbes pada saat pembongkaran material yang mengandung bahan baku asbes, sebelum memulai pekerjaan, persiapkan dan pergunakanlah alat-alat keamanan seperti masker, sarung tangan, kacamata, pakaian sekali pakai, sepatu boot, alat untuk membongkar seperti linggis dan palu, air yang cukup untuk membasahi, dan terpal atau plastik untuk membungkus material.
Sebelum memulai proses pembongkarang material asbes, lakukanlah beberapa tahanpan ini:
- Identifikasi semua barang yang mengandung asbes, dan untuk mengurangi resiko, minimalisir pekerja yang melakukan kontak langsung dangan material asbes.
- Evakuasi : amankan barang-barang yang ada di sekitar lokasi (tutupi dengan plastik, lantai, dinding, atap) Bersihkan dengan lap basah. Sesudah dilap, keluarkan barang-barang dari dalam lokasi tersebut.
Proses BBK (Basahi, Bungkus dan Kubur) :
- Basahi : Jika anda berniat memindahkan material mengandung asbes, basahi dahulu seluruh bagian barang tersebut dengan menggunakan air secara merata.
- Bungkus : Bungkuslah barang berbahan asbes secara rapi dengan menggunakan plastik dan perekat yang kuat, serta pisahkan dari material lainnya.
- Kubur : Cara terbaik untuk membuang limbah asbes adalah dengan cara menguburnya di lokasi khusus yang tidak akan akan di bangun lagi. Jangan membakar limbah berbahan asbes.
Selain masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan bahaya penggunaan produk berbahan asbes, Tantangan lainnya dalam penghapusan resiko bahaya paparan asbes pada saat pembongkaran produk mengandung bahan baku asbes (Identifikasi, pengelolaan, pemindahan dan pembuangan) diantaranya adalah untuk proses pembongkaran yang baik dan benar membutuhkan biaya yang cukup tinggi, hal ini di karena dibutuhkan alat-alat pelindung diri dengan kulitas yang baik dan memadai. Belum termasuk biaya pekerja dan transportasi dalam pemindahan limbah bahan baku asbes.
Produk berbahan asbes saat ini sudah terlanjur banyak di gunakan oleh masyarakat, khususnya produk atap semen, hal ini menjadi tantangan bagi masyarakat untuk mengurangi resiko bahaya paparan asbes, para pengguna dapat mengecat produk berbahan asbes, Pengecatan material Asbes tujuannya untuk mengikat partikel serat asbes agar tidak mudah terlepas dari ikatan semen. Langkah ini digunakan untuk mengurangi resiko paparan asbes sementara tapi tidak menghilangkan resiko bahaya paparan asbes.
“Dampak bahaya asbes bagi Lingkungan dan Penanganan Limbah Asbes”
Dadan Ramdan (Walhi Jawa Barat)
Penggunaan asbes berdampak terhadap lingkungan sekitar . Limbah dari asbes tidak dapat digunakan dan didaur ulang kembali dalam bentuk apapun (Control of Asbestos Regulation,2006). Selain itu, asbes termasuk dalam limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) yang tidak boleh berada di air , tanah, dan udara karena akan menimbulkan risiko kesehatan (PP no. 74 tahun 2001. Tentang Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun).
Adanya asbes di lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan sehingga sangat merugikan masyarakat. Pada presentasisnya Dadan Ramdan menyatakan “Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan atap semen asbes karena harga murah dan ekonomis serta mudah untuk mendapatkannya di pasaran, namun penggunaan asbes sebagai bahan bangunan tanpa ada peringatan mengenai efek samping bahayanya adalah melanggar hak warga untuk hidup sehat,”.
“Penggunaan produk atap semen asbes dan produk asbes lainnya tidak hanya akan meningkatkan potensi resiko kanker paru-paru bagi para pekerja, tapi juga mereka yang berada disekitar bahan tersebut,” lanjutnya. Paparan asbes tidak terhenti di lingkungan tempat kerja tapi juga dapat terjadi paparan kedua (secondhand), sebagai contoh dimana salah satu anggota keluarga yang bekerja di pabrik atau tempat kerja yang mengunakan bahan baku asbes atau material yang mengandung asbes dapat pulang membawa debu asbes tersebut ke rumah tempat tinggalnya.
Dalam presentasi selanjutnya Dadan Ramdan juga membahas mengenai beberapa faktor resiko paparan asbes seperti faktor paparan lingkungan dimana Interaksi di tempat yang terdapat material mengandung asbes, seperti perumahan dan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit dan dan yang terpenting adalah tempat pembuangan sampah atau limbah. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya paparan asbes dan hampir tidak adanya pengawasan pemerintah terkait limbah asbes menyebabkan masyarakat masih salah dalam memperlakukan limbah produk berbahan asbes.
Dalam pengendalian bahaya paparan asbes perlu langkah konkrit dari pemerintah yang di dorong oleh seluruh masyarakat tidak hanya sebatas hak pekerja dan kompensasi tapi juga dampak lingkungan dari pengunaan asbes. hal lainnya yang perlu di perhatikan adalah mengenai praktek penghancuran atau removal produk berbahan asbes seperti atap semen asbes yang sering di praktekan dalam penggusuran, seperti menghancurkan atap asbes rumah penduduk tanpa prosedur yang aman. Padahal Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1985 sudah menggariskan keharusan prosedur kerja yang aman berkaitan dengan bahan asbes. Proses disposal bahan B3 (bahan berbahaya dan beracun) tersebut juga tidak sesuai dengan PP 101 tahun 2014 tentang pengolahan limbah B3. Praktek penggusuran ini dapat menyebabkan limbah beracun asbes yang tersebar ke udara. Hal ini dapat meningkatkan potensi resiko kanker paru-paru bukan hanya terhadap pekerja pembongkaran namun juga penduduk yang berada di lokasi pembongkaran. Diperlukan cara-cara penanganan yang tepat oleh pemerintah mengenai hal ini untuk menghindarkan masyarakat dari masalah lingkungan dan kesehatan yang lebih jauh.
GALERI
[1] Sejarah penggunaan asbes di dunia bisa dilacak misalnya dalam tulisan Doughlas W Henderson and James Leigh (dalam Ronald F Dodson, Samuel P Hamma: 2012) Asbestos: Risk Assesment, Epidemology, and Health Effect, Boca Raton, 2012. P 1-8)
[2] Abraham JL, WHO, Murphy LLP, dalam Samara, Dian, Asbes Sebagai Faktor Resiko Mesothelioma Pada Pekerja Yang Terpajan Asbes, Jurnal Kedokteran Trisakti, September-Desember 2002, Vol. 21 No.3
[3] ICIJ menyebutnya dengan a cancer-causing fiber
[4] IBAS, (International Ban Asbestos) Pada tahun 2015 merevisi angka ini menjadi 57 Negara yang melarang dan atau membatasi penggunaan asbestos dalam beragam bentuk
[5] Dalam laporan ICIJ, pelobi internasional yang mengupayakan terus berlangsungnya perdagangan Asbestos di koordinasikan dari Canada dalam organisasi bernama Chrysotile Institute. “What evolved was a nine-month investigation of an international lobby, much of it coordinated from canada, which promotes the use of asbestos in construction materials and other products.”
[6] ICIJ mengutip pendapat Dr. James Leigh, Pensiunan Direktur Pusat Kesehatan Tenagakerja dan Lingkungan pada Sydney School of Public Health, Australia.
[7] Survey Ekonomi Sosial Nasional 2015, BPS Kota Bandung