
Jakarta, 18 November 2025 — Di balik gemerlap ambisi industri nikel yang menopang ekonomi nasional, tersimpan kisah perjuangan ribuan pekerja yang merasa martabat dan nyawa mereka dipertaruhkan. Hari ini, suara perlawanan itu pecah di Jakarta Barat, tepat di depan kantor pusat PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), ketika Federasi Serikat Pekerja Industri Merdeka (FSPIM) yang berafiliasi dengan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menggelar aksi protesnya.
Hujan yang turun tidak menghalangi tekad kawan-kawan yang telah datang jauh dari Morowali. Aksi ini bukan sekadar tuntutan kenaikan upah biasa, melainkan gugatan atas apa yang mereka sebut sebagai “ketidakadilan hubungan industrial” yang akut, diskriminatif, dan mengabaikan keselamatan—terutama bagi pekerja perempuan.
Buruh Menolak Menjadi Tumbal di Industri Ekstraktif
FSPIM menegaskan bahwa kondisi kerja di PT. IMIP dan seluruh perusahaan dalam grup industri tersebut telah melanggar hak-hak dasar ketenagakerjaan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Pusat dari kecaman mereka adalah pengabaian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bahkan telah beberapa kali merenggut nyawa.
Pesan-pesan yang dibawa massa aksi Diantara orasi para peserta akasi, pesan-pesan yang dibawa massa aksi mencerminkan keputusasaan yang mendalam:
“Nyawa kami lebih berharga daripada nikel,” teriak salah satu orator, menggema di tengah hiruk pikuk ibukota. “Kami dibunuh oleh PT. IMIP karena K3 diabaikan.”
Frasa tersebut bukan hanya retorika. Ia adalah cerminan dari keyakinan bahwa keselamatan para buruh dijadikan “tumbal dalam industri ekstraktif.” Bagi mereka, perjuangan ini telah melampaui batas persoalan ekonomi, menyentuh inti dari martabat kemanusiaan itu sendiri.
Selain isu K3, FSPIM menyoroti penundaan dan penghambatan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang seharusnya menjadi payung hukum untuk menjamin hak-hak normatif pekerja.

6 Poin Tuntutan Dari Upah hingga Perlindungan Perempuan
Dalam siaran pers yang disampaikan, FSPIM-KPBI merangkum perjuangan mereka dalam enam tuntutan utama yang ditujukan langsung kepada manajemen PT. IMIP:
- Laksanakan PKB di semua perusahaan tanpa syarat.
- Naikkan Upah buruh PT. IWIP sebesar 50%, sebuah angka yang dianggap adil mengingat beban kerja dan risiko tinggi dalam industri ini.
- Libatkan Serikat Pekerja secara langsung dalam pengawasan K3, menjadikan keselamatan sebagai komitmen tanpa kompromi.
- Lindungi Pekerja Perempuan secara penuh dan segera bentuk Satgas TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) di lingkungan perusahaan.
- Hentikan Union Busting (pemberangusan serikat), diskriminasi, PHK sepihak, dan mutasi yang dijadikan alat intimidasi.
- Berikan Hak Normatif kepada buruh kontraktor dan tindak tegas LPTKS (Lembaga Penyalur Tenaga Kerja Swasta) yang menyalahi aturan.
Tuntutan keempat secara spesifik menunjukkan bahwa isu kekerasan seksual dan diskriminasi terhadap pekerja perempuan menjadi bagian tak terpisahkan dari masalah hubungan industrial di kawasan tersebut.
Seruan kepada Negara dan Publik
Perjuangan ini tidak berhenti di gerbang perusahaan. FSPIM turut melayangkan seruan keras kepada pemerintah dan lembaga negara terkait agar segera mengambil tindakan.
Mereka meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh atas standar K3 dan dugaan union busting. Sementara itu, DPR RI Komisi IX dan VIII, Komnas Perempuan, dan Polri didesak untuk membuka pintu advokasi terkait perlindungan pekerja dan penindakan pelaku kekerasan seksual.
Kepada media dan publik luas, serikat pekerja menyerukan pengawalan intensif atas isu ini.
“Kami bekerja untuk hidup, bukan untuk mati. Tidak ada satu nyawa pun yang pantas dikorbankan demi keuntungan industri,” tutup FSPIM dalam siaran pers, menegaskan bahwa dialog untuk keselamatan dan martabat pekerja siap dibuka, namun perjuangan ini akan terus dilanjutkan hingga setiap tuntutan terpenuhi.
Aksi hari ini menjadi pengingat yang menyakitkan: di tengah gegap gempita investasi dan industrialisasi, perlindungan atas nyawa dan martabat buruh harus selalu ditempatkan sebagai prioritas tertinggi, bukan sekadar catatan kaki dalam laporan keuangan.


