(20 Oktober 2025) The Asian Network for the Rights of Occupational and Environmental Victims – (ANROEV) atau Jaringan Asia untuk Hak-Hak Korban Kecelakaan Kerja dan Lingkungan menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga, sahabat, dan kolega korban tiga kebakaran industri dahsyat yang melanda Bangladesh dan Indonesia. Insiden ini, yang merenggut nyawa lebih dari 26 buruh dan melukai banyak lainnya hanya dalam dua hari, merupakan pengingat yang menyakitkan akan krisis kesehatan dan keselamatan kerja yang sedang berlangsung di seluruh Asia.
Kami berduka atas hilangnya setiap pekerja yang gugur dan berdiri dalam solidaritas dengan para penyintas, orang-orang yang mereka cintai, dan masyarakat yang terdampak. Bersamaan dengan itu, ANROEV menyerukan akuntabilitas dan tindakan segera untuk memastikan tragedi yang dapat dicegah seperti itu tidak terulang.
Dua kebakaran terjadi di sektor garmen Bangladesh, sekali lagi menarik perhatian pada masalah keselamatan yang terus-menerus dan mematikan yang dihadapi oleh para pekerja di salah satu industri terpenting di negara ini.
Kebakaran pertama terjadi pada 14 Oktober di Dhaka, Bangladesh ketika kebakaran terjadi sekitar tengah hari di lantai tiga sebuah pabrik garmen tujuh lantai di daerah Mirpur. Menurut Direktur Dinas Pemadam Kebakaran, Tajul Islam Chowdhury, api dengan cepat menyebar ke gudang kimia di sebelahnya yang menyimpan bubuk pemutih, plastik, dan hidrogen peroksida, bahan-bahan yang diketahui sangat mudah terbakar.
Operasi penyelamatan sejauh ini telah menemukan 16 jenazah dari lantai dua dan tiga. Para pejabat telah memperingatkan bahwa jumlah korban tewas mungkin masih bertambah seiring berlanjutnya pencarian dan evakuasi. Banyak korban terbakar hingga tak dapat dikenali, dan pihak berwenang telah mengonfirmasi bahwa tes DNA akan dilakukan untuk membantu mengidentifikasi mereka sebelum jenazah mereka diserahkan kepada keluarga yang berduka.

Penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan. Namun, laporan awal menunjukkan bahwa gudang kimia di dekatnya mungkin beroperasi tanpa izin yang sah, sehingga menimbulkan pertanyaan serius tentang penegakan peraturan keselamatan dan pengawasan industri.
Hampir sehari setelah insiden dahsyat ini, kebakaran lain terjadi di Adam Cap, sebuah unit produksi handuk yang terletak di Zona Pemrosesan Ekspor Chittagong (CEPZ). Menurut Asisten Direktur, Md. Anwar Hossain dari Dinas Pemadam Kebakaran Agrabad, penyebab kebakaran belum dapat dipastikan. Untungnya, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan, meskipun pihak berwenang masih mengevaluasi tingkat kerusakan fasilitas dan unit-unit di sekitarnya.
Pada tanggal 15 Oktober, di hari yang sama ketika Bangladesh masih dilanda kebakaran pabrik berturut-turut, insiden tragis lainnya terjadi di Indonesia. Kebakaran melanda kapal tanker minyak MT Federal II saat sedang diperbaiki di sebuah galangan kapal di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, merenggut nyawa lebih dari 10 pekerja dan melukai 18 lainnya yang sedang melakukan perbaikan kapal. Meskipun kapal tersebut tidak sedang mengangkut minyak pada saat itu, penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan.

Yang mengkhawatirkan, ini bukanlah tragedi pertama di Batam. Kebakaran galangan kapal serupa pada bulan Juni lalu menewaskan empat pekerja dan melukai sembilan lainnya. Dalam kasus sebelumnya, pihak berwenang mengidentifikasi individu-individu yang diduga melanggar prosedur keselamatan standar, yang menggarisbawahi kelalaian yang berulang dalam keselamatan industri dan terus diabaikannya kesejahteraan pekerja. Meskipun kebakaran di tempat kerja ini terjadi di berbagai negara, rangkaian kejadian yang berdekatan ini mengungkapkan satu kenyataan yang sama dan menyedihkan: para pekerja di seluruh Asia terus menghadapi kondisi yang mengancam jiwa akibat standar keselamatan kerja yang buruk, penegakan peraturan yang tidak memadai, dan kurangnya akuntabilitas perusahaan.
Di Bangladesh, industri garmen, yang mempekerjakan sekitar empat juta pekerja dan menyumbang lebih dari 10% PDB negara tersebut, masih dihantui oleh kondisi yang tidak aman dan eksploitatif. Penanganan bahan mudah terbakar yang tidak aman, ventilasi yang buruk, dan kesiapsiagaan darurat yang tidak memadai menjadikan kebakaran pabrik sebagai tragedi yang berulang. Kenangan runtuhnya Rana Plaza tahun 2013, yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja, terus menjadi pengingat yang gamblang tentang apa yang terjadi ketika keselamatan pekerja diabaikan atas nama produksi dan keuntungan.
Serupa dengan itu, di Indonesia dan wilayah Asia lainnya, para pekerja di sektor berisiko tinggi seperti pembuatan kapal, pengolahan bahan kimia, dan manufaktur terus menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman yang tidak memiliki langkah-langkah keselamatan dan kesiapsiagaan darurat yang memadai.
Kebakaran baru-baru ini bukanlah insiden yang terisolasi, melainkan gejala dari kegagalan sistemik. Kegagalan memprioritaskan kehidupan, hak, dan martabat pekerja. Setiap tragedi menunjukkan kebutuhan mendesak akan kerangka kerja keselamatan kerja yang lebih kuat, implementasi hukum ketenagakerjaan yang sesungguhnya, dan akuntabilitas dari pemberi kerja maupun lembaga negara.
ANROEV termasuk Local Initiative for Occupational Safety and Health Network sebagai salah satu anggotanya menyerukan kepada pemerintah dan industri untuk mengambil tindakan tegas guna menegakkan dan melindungi hak pekerja atas tempat kerja yang aman dan sehat. Kami mendukung seluruh pekerja di Asia dalam menuntut keadilan, akuntabilitas, dan tempat kerja yang aman bagi semua.




