LPKSM Yasa Nata Budi Layangkan Somasi Untuk Kementerian Perdagangan

·

·

Jakarta, 04/10. Kehabisan kesabaran setelah menunggu eksekusi putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan perubahan Peraturan Menteri Perdangan Nomor 25 Tahun 2021 agar mencantumkan label bahaya pada produk krisotil lembaran, akhirnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Yasa Nata Budi menyampaikan somasi kepada Menteri Perdagangan yang dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Agung yang bersifat final dan mengikat. 

Penyampaian somasi dilakukan oleh perwakilan LPKSM Yasa Nata Budi, Dhiccy Sandewa, secara langsung kepada Direktur Direktorat Pemberdayaan Konsumen, Endang Mulyadi di Kantor Kementerian Perdangangan, Jakarta, Jumat (3/10). Somasi disampaikan setelah sebelumnya di dalam forum dialog diketahui bahwa kementerian perdagangan belum juga akan mengeluarkan aturan perubahan sebagaimana diperintahkan mahkamah agung. 

Adapun isi tuntutan di dalam somasi tersebut; Pertama.Mendesak kementerian Perdagangan segara melakukan perubahan Peraturan menteri Perdagangan No 25 tahun 2021 tentang penetapan barang yang wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia, Kedua, Melibatkan LPKSM Yasa Nata Budi dalam perancangan Label tanda bahaya dan tatacara penggunaan pada lembaran serat krisotil semen rata dan Lembaran serat krisotil semen bergelombang simetris (asbes). Ketiga, jika dalam tenggat waktu 30 hari Kementerian tetap mengabaikan putusan Mahkamah Agung maka kami akan melakukan upaya hukum sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. 

“Kami juga melampirkan desain label dan peringatan untuk bahan Kementrian Perdagangan dalam merumuskan konsep pelabelan. Harapan kami label yang digunakan dapat terlihat jelas, dan ditempatkan secara sesuai mengingat kebiasaan masyarakat yang menggunakan ulang limbah asbes sebagai bahan bangunan,” tegas Dhiccy.

Dhiccy menerangkan bahwa sudah lebih dari 500 hari sejak Mahkamah Agung menyatakan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 25 tahun 2021  Kementrian Perdagangan belum juga mencabut dan membuat peraturan pengganti peraturan tersebut. Lamanya eksekusi putusan Mahkamah Agung oleh kementerian perdagangan  dinilai sebagai pengabaian terhadap norma hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya pengabaian oleh Kementerian Perdagangan terhadap putusan MA akan semakin menggerus kehormatan sistem hukum di Indonesia. 

 “Dengan belum dibentuknya peraturan pengganti maka produk lembaran serat krisotil semen rata dan Lembaran serat Chrisotile bergelombang simetris atau yang dikenal dengan nama asbes akan dijual secara bebas tanpa informasi tanda bahaya. Hal ini membuat konsumen tidak mendapatkan haknya, konsumen tidak mendapatkan informasi yang lengkap atas resiko dari produk yang mereka beli” terangnya. 

Di dalam diskusi sebelum penyampaian somasi Kementrian Perdagangan menerangkan bahwa untuk melakukan perubahan terkait pelabelan harus dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian teknis yang lain. “Walaupun aturan pelabelan ini dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tetapi isi seperti label bahaya dan tata cara penggunaan harus dikoordinasikan dengan kementrian-kementrian lain seperti kementrian perindustrian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup” terang Dwi salah satu tim hukum dan kebijakan di Direktorat Pemberdayaan Konsumen. 

Dwi menambahkan, Kementerian Perdagangan mengkhawatirkan terjadi tumpang tindih aturan jika tidak dilakukan harmonisasi menunggu kementerian teknis lainnya. Dia menegaskan upaya untuk mengubah aturan tersebut menjadi terganggu setelah diketahui bahwa Asosiasi Industri Asbes (FICMA) melayangkan gugatan hukum yang juga diarahkan kepada Kementerian Perdagangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, FICMA menuding Kementerian Perdagangan tidak menjelaskan di dalam pembelaannya di dalam perkara yang sebelumnya diajukan oleh LPKSM Yasa Nata Budi di Mahkamah Agung bahwa Chrysotile/Asbesputih dilindungi oleh undang-undang. 

“Karena Persidangan masih berlangsung dan kami khawatir jika kami membuat peraturan pengganti kemudian Gugatan Asosiasi Industri Asbes dikabulkan akan membuat ketidakjelasan aturan” ujar Dwi.

Di dalam penjelasannya, Dwi mengatakan dengan adanya gugatan FICMA terhadap Kementerian Perdagangan maka kementerian tidak dapat serta merta mengeksekusi putusan perkara yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Karena itulah Kementerian Perdagangan baru mulai membahas dan berkoordinasi dengan kementerian teknis lainnya setelah ada putusan sela di PN Jakarta yang memutus bahwa PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara gugatan yang disampaikan FICMA pada 3 Februari 2025. 

Menanggapi penjelasan Kementerian Perdangangan, LPKSM Yasa Nata Budi menilai bahwa tidak ada alasan yang solid bagi kementerian perdangangan untuk tidak segera membentuk aturan perubahan. Secara faktual, FICMA ternyata mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sejak 25 Februari 2025. Dalam putusannya yang dibuat tanggal 25 April 2025, Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan untuk menerima memori banding FICMA dan memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta untuk melakukan pemeriksaan terhadap pokok perkara. Hingga saat ini pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih terus berlangsung.

“Keputusan Mahkamah Agung bersifat Final dan Binding, menunda melakukan perubahan peraturan karena menunggu keputusan persidangan atas gugatan FICMA sama halnya dengan mengabaikan putusan Mahkamah Agung,” ungkap Surya Ferdian Selaku Badan Pengawas Yayasan Yasa Nata Budi

Dalam kesempatan diskusi sebelum melayangkan somasinya, LPKSM Yasa Nata Budi kembali mempertegas trend yang saat ini berlangsung di dalam pemerintahan yaitu upaya meningkatkan pelibatan partisipasi publik yang bermakna (meaning full Participation). Dijelaskan bahwa gugatan judicial review yang dilayangkan LPKSM Yasa Nata Budi pada prinsipnya adalah praktik partisipasi publik di dalam pembentukan peraturan kebijakan negara. Hal ini dinilai sebangun dengan gagasan dialog sebelum sebuah peraturan publik menjadi undang-undang atau peraturan negara lainnya. Dengan demikian apa yang dilakukan LPKSM Yasa Nata Budi semestinya dinilai positif sebagai dukungan kewargaan di dalam melahirkan pengaturan-pengaturan oleh pemerintah. 

“Kami berharap juga dapat dilibatkan dalam perancangan perubahan aturan terkait pelabelan ini, sebagai pihak yang berkepentingan untuk menjamin bahwa konsumen mendapatkan informasi yang jelas dan bermakna” tambah Surya.

LPKSM Yasa Nata Budi menegaskan kesamaan posisinya dengan Direktorat Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdanganan dalam segala upaya untuk melindungi konsumen. “Posisi kami di LPKSM Yasa Nata Budi tidak bersebrangan dengan kementerian perdagangan khusus di direktorat Pemberdayaan Konsumen, Kita berada di pihak yang sama-sama ingin melindungi konsumen, memastikan konsumen mendapatkan hak-haknya sehingga pelabelan ini menjadi hal yang penting” pungkas Dhiccy.


Latest Posts