Hak Uji Materiil berujung gugatan Industri, LPKSM lapor Komnas HAM terkait SLAPP

·

·


(Jakarta, 14 Agustus 2025) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Yasa Nata Budi melakukan Laporan Pengaduan kepada Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI). Diwakili oleh Dhiccy Sandewa, Ajat Sudrajat dan Leo Yoga Pranata laporan diserahkan melalui bilik aduan yang berada di Gedung Asmara Nababan kantor KOMNAS HAM RI.

Dalam keterangannya Leo Yoga Pranta selaku bidang advokasi LPKSM Yasa Nata Budi menilai bahwa terdapat dugaan SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) yang dilakukan oleh Asosiasi Industri Asbes. “Setelah Hak Uji materil yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung RI terkait kewajiban memberikan label tanda bahaya dan tata cara penggunaan atap semen bergelombang krisotil dan semen rata krisotil (Asbes), Kami mendapatkan gugatan Perdata dari Asosiasi Industri Asbes. Kami dituntut harus membayar 7,9 Triliun karena Opportunity Lost yang akan dialami oleh Asosiasi Industri Asbes atas dikabulkannya permohonan Hak Uji Materil LPKSM Yasa Nata Budi.” Ujar Leo.

“Permohonan Hak Uji materil adalah hak konstitusional kami sebagai warga negara. Gugatan atas permohanan hak uji materil kami adalah upaya penyerangan terhadap partisipasi publik khususnya dalam hal ini hak konsumen dalam pemenuhan haknya untuk mendapatkan informasi yang lengkap atas porduk yang akan dibeli dan dipergunakan” tambah Ajat Sudrajat selaku bidang kampanye LPKSM Yasa Nata Budi.

Sebelumnya pada tanggal 19 Maret 2024, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan hak uji materil LPKSM Yasa Nata Budi melalui putusan no 06/HUM/2024. Pada pokoknya Mahkamah Agung menilai bahwa Asbes putih atau Chrisotile termasuk bahan beracun berbahaya sehingga memerintahkan Kementrian Perdagangan untuk mencabut Permendag No 25 tahun 2021 tentang penetapan barang yang wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia yang pada lampiran B angka 5 yang mengatur pelabelan barang untuk jenis barang lembaran serat krisotil semen rata dan lembaran serat krisotil bergelombang simetris.

Kemudian pada tanggal 18 Juli 2024, FICMA (Fiber cement Manufacturers Association) mendaftarkan gugatan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 417/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst. LPKSM Yasa Nata Budi dianggap melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Asosiasi industri asbes beranggapan bahwa LPKSM dalam mengajukan hak uji materiil tidak melihat azas pengayoman karena tidak menciptakan ketentraman Masyarakat.

Eksepsi dari LPKSM Yasa nata Budi sempat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusan no 417/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst namun dibatalkan oleh pengadilan tinggi melalui putusan No 400/PDT/2025/PT.DKI

 “Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi kami, terkait kompetnesi absolut bahwa pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan perkara tersebut, perkara tersebut sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung dan sudah bersifat akhir (Final) dan mengikat (Bainding), Kemudian Asosiasi Industri Asbes melakukan banding dan Pengadilan Tinggi mengabulkannya.”Terang Leo
Leo juga melihat terdapat kejanggalan atas putusan banding oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Dimana dalam Keputusan Banding, Pengadilan tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan pemeriksaan pokok perkara dan hasil pemeriksaannya dikirim ke Pengadilan Tinggi untuk diberikan putusan akhir.
Hal yang janggal lainnya adalah Upaya Kasasi sudah diajukan tetapi persidangan terus berlanjut.

“Setelah kami mendapatkan salinan putusan banding pada tanggal 14 Mei 2025, kami melakukan permohonan kasasi pada tanggl 20 Mei 2025 dan akta penerimaan kasasi diterima pada tanggal 28 Mei 2025. Tetapi kami tetap mendapatkan panggilan sidang dan harus melanjutkan pembahasan pada pokok perkara”

Penerimaa aduan juga dari KOMNAS HAM juga menanyakan kenapa persidangannya dilakukan di Jakarta, “Kenapa dilakukan di Jakarta padahal LPKSM Yasa Nata Budi berada di Bandung?”.

“karena Kementerian Perdagangan masuk menjadi tergugat, sehingga persidangan dilakukan di Jakarta” terang Leo.

Sudah satu tahun persidangan atas perkara ini berlangsung dan sekarang memasuki pemeriksaan saksi ahli, Asosiasi Industri akan menghadirkan saksi ahli dari luar untuk meyakinkan hakim bahwa chrysotile (Asbes putih) tidak berbahaya.

LPKSM Yasa Nata Budi tidak gentar menghadapi hal tersebut.

“Kami sedikitpun tidak gentar karena yang kami sampaikan adalah kebenaran, dan kebenaran ini sudah diakui oleh peraturan yang ada di Indonesia bahwa Asbes Putih atau Krisotil termasuk ke dalam bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masih diperbolehkan untuk digunakan. Dalam uji materiil yang kami ajukan bukan meminta pelarangan tetapi pemberian tanda bahaya sebagai pemenuhan terhadap hak konsumen atas informasi yang lengkap dan benar atas produk yang akan mereka beli dan mereka gunakan” terang Leo.


Latest Posts