Dwi Fungsi TNI, Kesejahteraan Buruh Bisa Terancam
Aksi Kamisan Bandung kembali digelar di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis (28/2/2019). Aksi Kamisan ke 268 ini mengusung tema penolakan terhadap Dwi Fungsi TNI, di mana di era Presiden Jokowi ada rencana untuk memberikan peluang kepada TNI agar berkesempatan menempati jabatan sipil.
Namun, menurut Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demoktratik Kerakyatan (Fsedar), Sarinah mengatakan jika Dwi Fungsi TNI ini dihidupkan kembali maka kebebasan berserikat itu akan menghilang. “Bahkan sampai saat ini, kita itu menderita, pengalaman menikmati kebebasan berserikat di kita baru 21 tahun terakhir,” ungkap Sherrin sapaan akrabnya.
Sherrin juga mengatakan jika tentara masuk ke sipil tentu dampaknya akan sangat terasa ke kehidupan buruh dan akan lebih dikontrol. Sehingga menurutnya tingkat kesejahteraan buruh bisa menjadi sangat lebih rendah. “Nah militerisme itu meniadakan kebebasan berserikat buruh,” tegasnya.
“Kalau terjadi seperti itu nanti yang terjadi adalah kontrol ketat, kemudian kalau ada perlawanan adalah represi , kekerasan, itu sudah banyak terjadi. Misalnya wiji thukul yang dihilangkan, marsinah yang dibunuh, kemudian buruh itu ga boleh mogok, dilarang, sampai akhirnya tingkat kesejahteraan itu turun sangat rendah,” papar Sherrin.
Hal yang sama juga disampaikan oleh perwakilan dari Local Initiative for Osh Network (Lion) Indonesia, Ajat Sudrajat mengatakan, jika berkaca pada pengalaman masa Orde Baru, bahwa Dwi Fungsi itu gagal untuk menjaga demokrasi karena sifat dari TNI memang tidak demokratis. TNI dilatih menyelesaikan masalah dengan militerisma. Namun, Ajat mengatakan bahwa kita tidak menolak militer, tapi menolak militerisme.
“Jika Dwi Fungsi ini diterapkan, maka akan mengganggu stabilitas demokrasi. “Kalau dia jadi dwi fungsi, sipil itu dianggap tidak bisa menyelesaikan masalah. Mereka kan dilatih untuk dibunuh atau membunuh,” pungkasnya.
Reporter: Puji Fauziah