Ketika Sains Diperjualbelikan, Nyawa Dipertaruhkan

·

·

,

Industri asbes rela melakukan permainan sains dengan memelintir demi keuntungan, di mana nyawa manusia menjadi taruhan. Sebuah drama mengerikan yang mengungkap praktik kotor industri asbes, yang rela menggelontorkan jutaan dolar untuk memutarbalikkan kebenaran ilmiah demi keberlangsungan bisnis mereka yang mematikan.

Di jantung skandal ini, berdiri sosok Dr. David Bernstein. Alih-alih menjadi pelayan kebenaran, ia justru menjelma menjadi juru propaganda bayaran. Dengan sokongan dana yang fantastis, sebuah studi tunggalnya di tahun 2003, didanai $1 juta oleh Chrysotile Institute, menjadi fondasi narasi yang tak masuk akal namun terus-menerus digembar-gemborkan: mitos ABC Anything But Chrysotile. Bernstein mengklaim bahwa karena serat krisotil kurang “biopersisten,” maka serat ini aman untuk digunakan.

Namun, kebohongan ini berdiri di atas fondasi yang rapuh. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) dan para ilmuwan independen sepakat bahwa semua bentuk asbes, termasuk krisotil, adalah karsinogen bagi manusia tanpa keraguan. Para kritikus bahkan yakin penelitian ini dimulai dengan kesimpulan yang sudah jadi, lalu merekayasa bukti untuk mencocokkannya. Eksperimen tikus laboratorium yang dilakukan Bernstein dibantah habis-habisan, terutama karena ia memilih studi lima hari, alih-alih dua tahun, sebuah protokol standar yang bahkan pernah ia setujui sebelumnya.

Setelah berhasil “membeli” buktinya, Bernstein pun memulai tur promosinya, didanai penuh oleh kelompok dagang asbes. Ia berkeliling dunia dari Indonesia, Thailand, Brasil, hingga India untuk menyebarkan pesan “penggunaan aman” krisotil. Setiap makalah baru, setiap konferensi, setiap pertemuan dengan pejabat pemerintah, adalah kesempatan untuk mengulang mantra yang sama.

Ketika kebohongan dan lobi sudah tidak cukup, industri ini beralih ke taktik yang lebih gelap: penyusupan. Pada tahun 2013, IARC, badan kanker WHO, menunjuk Sergey Kashansky, seorang pejabat pemerintah Rusia yang pro-asbes, sebagai ilmuwan yang berkolaborasi dalam Studi Asbes IARC. Penunjukan ini menuai protes keras dari para ilmuwan terkemuka. Mereka menyebutnya sebagai preseden berbahaya dan konflik kepentingan yang mencolok, mengingat peran Kashansky dalam mempromosikan ekspor asbes.

Lebih mengejutkan lagi, dokumen ini mengungkapkan bagaimana beberapa ilmuwan IARC ikut menulis makalah bersama Kashansky dan sekutunya. IARC, yang seharusnya menjaga jarak dari industri, malah secara aktif berkolaborasi. Keterlibatan ini mencerminkan taktik yang sama persis dengan yang digunakan industri tembakau membeli pengaruh, membiayai penelitian yang menguntungkan, dan mengintervensi kebijakan publik.

Rencana industri asbes ini bisa dibilang telah mencapai keberhasilannya. Ekspor krisotil global melonjak, dan produksi tetap stabil di angka 2 juta metrik ton per tahun. Mereka berhasil menipu, melobi, dan menyusup. Sebuah laporan dari kantor WHO di Eropa mencatat bahwa keuntungan dari perdagangan asbes jauh lebih kecil daripada biaya sosial untuk mengelola paparan dan kompensasi atas konsekuensinya.

Namun, kampanye ini bukan tentang kebaikan yang lebih besar, melainkan tentang kebaikan industri. Seperti yang ditekankan oleh Kathleen Ruff, seorang aktivis HAM, “Meskipun industri asbes punya uang untuk mempertahankan kepentingan finansialnya, mereka yang akan dirugikan akibatnya, dan yang akan meninggal dengan menyakitkan dan tidak perlu akibat penyakit terkait asbes, tidak punya uang untuk mempertahankan kepentingan mereka, yaitu kehidupan itu sendiri.”

Pada akhirnya, IARC dan WHO, yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi kesehatan manusia, tampak naif atau bahkan lebih buruk terlibat dalam menjamin keberlangsungan perdagangan asbes dan epidemi mematikan yang mengikutinya. Siapa yang sesungguhnya mereka lindungi? Pertanyaan ini menggantung tanpa jawaban, sebuah pengingat pahit tentang bagaimana uang dapat mengubur kebenaran dan menukar nyawa dengan keuntungan.

Referensi:

https://www.hazards.org/deadlybusiness/labrats.htm

Latest Posts