Jam Kerja Panjang Menewaskan Lebih dari 745.000 Orang Dalam Setahun
WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan Bekerja dalam waktu lama menimbulkan risiko kesehatan kerja yang membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya, hasil studi WHO dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada Senin (17 May 2021) di Journal Environment International.
Studi global yang lakukan oleh WHO dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menemukan bahwa pada 2016, terdapat 488 juta orang terpapar risiko bekerja dengan jam kerja yang panjang. Secara keseluruhan, lebih dari 745.000 orang meninggal tahun itu karena terlalu banyak bekerja yang mengakibatkan stroke dan penyakit jantung.
Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa orang yang bekerja lebih dari 54 jam seminggu berisiko besar meninggal karena terlalu banyak bekerja. Setidaknya jam kerja panjang telah membunuh tiga perempat juta orang setiap tahun.
Orang yang bekerja 54 jam atau lebih setiap minggu menghadapi perkiraan risiko stroke 35% lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung 17% lebih tinggi, dibandingkan dengan orang yang mengikuti standar kerja 35 hingga 40 jam yang diterima secara luas dalam seminggu,
“Tidak ada pekerjaan yang sebanding dengan risiko stroke atau penyakit jantung,” kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyerukan kepada pemerintah, pebisnis dan pekerja untuk menemukan cara untuk melindungi kesehatan pekerja.
“Antara tahun 2000 dan 2016, jumlah kematian akibat penyakit jantung akibat jam kerja yang panjang meningkat 42%, dan akibat stroke sebesar 19%,” kata WHO saat mengumumkan studi yang dilakukan bersama Organisasi Perburuhan Internasional tersebut.
Studi tersebut tidak mencakup tahun lalu, di mana pandemi COVID-19 mendorong ekonomi nasional ke dalam krisis dan mengubah cara kerja jutaan orang. Tetapi penulisnya mencatat bahwa kerja berlebihan telah meningkat selama bertahun-tahun karena fenomena seperti ekonomi pertunjukan dan teleworking dan mereka mengatakan pandemi kemungkinan akan mempercepat tren tersebut.
“Teleworking telah menjadi norma di banyak industri, seringkali mengaburkan batas antara rumah dan tempat kerja,” kata Ghebreyesus selaku Direktur Jendral WHO. “Selain itu, banyak bisnis terpaksa mengurangi atau menghentikan operasi untuk menghemat uang, dan orang yang masih dalam daftar gaji akhirnya bekerja lebih lama.”
Selain itu, resesi seperti yang terjadi di dunia pada tahun lalu biasanya diikuti dengan kenaikan jam kerja, kata para peneliti.
Studi tersebut menemukan beban kesehatan tertinggi akibat kerja berlebihan pada pria dan pekerja yang berusia paruh baya atau lebih. Secara regional, orang-orang di Asia Tenggara dan kawasan Pasifik Barat memiliki risiko paling besar. Sementara orang-orang di Eropa memiliki eksposur terendah.
Studi tersebut juga menyatakan bahwa beberapa langkah dapat membantu meringankan beban pekerja, termasuk pemerintah yang mengadopsi dan menegakkan standar ketenagakerjaan pada waktu kerja. Pemberi kerja harus lebih fleksibel dalam penjadwalan, dan setuju dengan karyawan mereka tentang jumlah jam kerja maksimum. Pada langkah lain, studi tersebut menyarankan para pekerja mengatur pembagian jam kerja sehingga tidak ada yang bekerja 55 jam atau lebih dalam seminggu.
Untuk menyusun laporan tersebut, para peneliti meninjau dan menganalisis lusinan studi tentang penyakit jantung dan stroke. Mereka kemudian memperkirakan risiko kesehatan pekerja berdasarkan data yang diambil dari sejumlah sumber, termasuk lebih dari 2.300 survei jam kerja yang dilakukan di 154 negara dari tahun 1970-an hingga 2018.
Sumber :
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160412021002208
https://www.bbc.com/worklife/article/20210518-how-overwork-is-literally-killing-us