Memperkuat solidaritas, memperjuangkan tempat kerja yang sehat dan aman
“Para buruh yang cidera ditempat kerja ini semata mata bekerja untuk menghidupi keluarganya dan mengangkat harkat derajat martabatnya sebagai manusia yang bekerja” ungkap Ajat sudrajat dalam paparan materi terkait kondisi dan realitas K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja) di lapangan, pada kegiatan rutin pendidikan gotong royong yang diselenggarakan oleh organisasi kolektif, Jaringan Kerja Gotong Royong melalui Zoom Meeting (28/01/2020)
Sebagai pemantik diskusi, Ajat juga menyampaikan bahwa rata-rata ada 7 pekerja yang meninggal setiap hari karena kecelakaan kerja, meskipun data ini tidak memberikan gambaran yang utuh di lapangan karena berdasarkan laporan BP JAMSOSTEK, namun setidaknya bisa menjadi ukuran terkait buruknya kondisi tempat kerja di Indonesia, kondisi yang tidak pernah membaik dan pandemi ini membuatnya menjadi semakin memburuk.
Salah satu pemantik diskusi lainnya, Subono atau biasa dipanggil bung Bono dari Federasi SERBUK Indonesia menyampaikan berbagai pengalaman dan kondisi di lapangan. Dimulai dari tentang lemahnya pengawasan dan tanggung jawab dari pemerintah, hingga watak pengusaha yang lebih mementingkan keuntungan, tidak menjalankan sistem K3 yang baik sehingga memposisikan buruh bekerja dalam kondisi yang berbahaya.
“Jika buruh dianggap sebagai asset yang berharga, seharusnya mereka di lindungi” ungkap Bono dengan tegas.
Abu Mufakir salah satu peserta diskusi memberikan banyak pendapat terkait persoalan K3, Salah satu hal yang disorot adalah terkait penggunaan bahan B3 di tempat kerja yang tentunya menjadi salah satu penyebab resiko penyakit akibat kerja. Abu menjelaskan bagaimana pada dasarnya Globalisasi tidak hanya memindahkan modal dari negara maju atau tempat industri pertama ke negara berkembang atau negara tujuan investasi, tetapi juga memindahkan bahan beracun berbahaya (B3). Bahan-bahan B3 ini sudah dilarang atau tidak lagi digunakan di negara maju karena alasan untuk melindungi para pekerja mereka dari resiko kesehatan.
Negara-negara berkembang yang memiliki sistem ekonomi yang lebih mementingkan investasi dan memiliki Lemahnya atau longgarnya perlindungan undang-undang atas pekerja, menjadikan para pekerja di negara tersebut sangat rentan untuk sakit, mengidap penyakit akibat kerja yang berbahaya. “Bahan bahan beracun ini sudah dilarang di negara-negara maju, dan kini digunakan di industri-industri seperti India, Vietnam dan termasuk Indonesia” ungkap Abu.
Abu juga turut memberikan pernyataan terkait diagnosa penyakit akibat kerja, “yang menyebalkan adalah beban biaya untuk diagnosa PAK diberikan kepada pekerja yang sakit atau menjadi korban penyakit akibat kerja. Padahal biayanya bisa sangat mahal bahkan ratusan juta, seharusnya beban ini ditanggung oleh perusahaan, bukan si pekerja yang sakit.” Ungkap Abu Mufakir dari AMRC.
“Robotisasi di Industri seharusnya digunakan untuk menggantikan pekerjaan manusia di tempat dengan resiko kecelakaan dan kesehatan kerja yang tinggi, tapi nyatanya robotisasi ini tidak dilakukan oleh para pengusaha karena biaya yang mahal atau tidak memberikan keuntungan” tambah Abu.
Apriani salah satu pekerja peserta diskusi berbagi pengalaman bekerja di perusahaan manufaktur otomotif, dirinya pernah bertugas untuk memberikan pelatihan untuk para pekerja baru, dalam melaksanakan tugasnya dirinya hanya diperintahkan untuk menjelaskan proses produksi, namun tidak pernah sampai menjelaskan hingga penggunaan dan pengelolaan resiko bahan B3 dan Limbah B3 yang digunakan.
Pengalaman Apriani ini turut menjelaskan kasus dilapangan terkait paparan Ajat Sudrajat tentang bagaimana implementasi pemenuhan hak-hak dasar para pekerja terkait K3. Menurut pendapatnya, setidaknya ada tiga hak pekerja dalam rangka jaminan tempat kerja yang sehat dan aman, yang pertama adalah hak untuk mendapatkan informasi, para pekerja berhak mendapatkan pendidikan Kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk mengetahui resiko penggunaan bahan B3 di tempat kerja, hingga mengetahui informasi terkait kondisi kesehatan si pekerja, mulai dari medical check-up pada awal mulai masuk bekerja, medical check-up rutin saat masih memiliki status pekerja, hingga kondisi kesehatan sebelum berhenti bekerja atau di PHK.
Hak Kedua adalah hak untuk menolak pekerjaan yang tidak sehat atau tidak aman. Walaupun dalam prakteknya sangat sulit untuk dilakukan oleh pekerja, namun hak ini sudah di jamin berbagai undang-undang yang berlaku di Indonesia hingga konvensi ILO 155 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Occupational Safety and Health).
Hak pekerja yang ketiga adalah hak untuk berpartisipasi, dimana pekerja berhak untuk turut serta secara aktif untuk menjaga dan memperbaiki kondisi tempat kerja agar tetap aman, baik itu terlibat dalam P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
“Termasuk setiap pekerja yang melaporkan tentang kondisi tempat kerjanya yang tidak sehat dan aman, dalam rangka untuk memperbaki kondisi tempat kerjanya, maka si pekerja tersebut harus dilindungi, tidak boleh di intimidasi dalam bentuk apapun” lanjut Ajat.
Seringkali para pekerja yang menjadi korban dari kecelakaan kerja dianggap sebagai pekerja yang bodoh dan lalai, atau para pekerja yang stress atau mengalami gangguan mental karena hubungan pekerjaan yang eksploitatif di anggap sebagai orang yang tidak kuat mental, bahkan disebut tidak kuat iman. Padahal para buruh atau pekerja ini adalah korban dari sebuah sistem yang salah. Sistem yang tidak dapat mengendalikan resiko dan bahaya di tempat kerja. Sistem yang tidak menjamin hak-hak para buruhnya dalam mendapatkan tempat kerja yang sehat dan aman.
Bung Bono juga menyampaikan pentingnya peran serikat buruh dan solidaritas bersama jaringan kolektif lainnya, untuk memberikan posisi tawar yang setara antara buruh dan pengusaha. Tanpa mengesampingkan perjuangan upah yang layak, jaminan kepastian kerja hingga kesetaraan gender di tempat kerja, memperkuat solidaritas agar tidak ada lagi buruh yang mati sia-sia di tempat kerja. Mengajak semua untuk melihat perjuangan K3 sebagai perjuangan kemanusiaan.
“Saya korban penyakit akibat kerja, dan masih banyak kawan-kawan saya juga menjadi korban kecelakaan kerja, tapi kami saat ini kita menolak untuk disebut semata-mata sebagai korban, kami menyatakan diri sebagai pejuang, kami harus bersuara, kita harus bersama-sama berjuang, agar tidak ada lagi kawan kawan kami para buruh yang menjadi korban, bersama memperjuangkan tempat kerja yang sehat dan aman.” ucap Bono di akhir acara diskusi.