PEKAN PEDULI ASBES DUNIA
PEKAN PEDULI ASBES DUNIA
(GLOBAL ASBESTOS AWARENESS WEEK)
Sejak tahun 2012, dari tanggal 1 sampai 7 April ditetapkan sebagai Pekan Peduli Asbes Dunia atau Global Asbestos Awareness Week. Dalam sepekan tersebut berbagai kalangan dari seluruh dunia menyuarakan kepeduliannya akan bahaya dan ancaman dari paparan asbes.
Kenapa asbes membahayakan kesehatan? Asbes tahan terhadap bahan-bahan kimia, api ataupun air, artinya partikel-partikel asbes tidak dapat dihancurkan. Jika debu/partikel asbes terhirup atau tertelan, debu/partikel tersebut akan masuk ke dalam paru-paru dan menempel. Debu tersebut tidak dapat dihancurkan oleh tubuh, sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit mematikan seperti kanker paru-paru, asbestosis, dan mesothelioma.
Asbestosis
Dilihat dari namanya sudah jelas bahwa penyebab utama dari penyakit ini adalah asbes. Secara tidak sadar mungkin selama ini kita sudah terpapar serat-serat asbes yang tak kasat mata. Serat-serat asbes halus yang terhirup tersebut dapat mengakibatkan munculnya jaringan parut (fibrosis) dalam paru-paru, hal tersebut mengakibatkan jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak bisa mengembang dan mengempis sebagaimana mestinya. Hal ini lah yang menyebabkan si penderita mengalami gejala awal seperti sesak napas, nyeri di dada, dan batuk. Mungkin awalnya si penderita hanya berasumsi bahwa itu adalah gejala-gejala penyakit biasa, namun bila gejalanya berkepanjangan ditambah dengan adanya gejala lain seperti kemampuan menggerakkan badan menjadi berkurang dan terjadi kelainan kuku atau clubbing fingers (jari dan kuku tangan membulat dan membesar) maka besar kemungkinan dia telah terjangkit asbestosis.
Tingkat keparahan penyakit ini tergantung pada jumlah serat yang terhirup dan lamanya seseorang terpapar serat asbes. Semakin lama seseorang terpapar asbes, maka dampaknya akan parah, sulit disembuhkan, bahkan mngakibatkan kematian.
Mesothelioma
Secara sederhana, mesothelioma merupakan penyakit kanker ganas yang bisa terjadi di berbagai organ-organ tubuh manusia, seperti paru-paru, rongga dada, rongga perut, dan kantung jantung. Sebenarnya penyakit ini sangat jarang sekali dan jika pun ditemukan hanya diderita oleh orang-orang tertentu, rata-rata yaitu para pekerja yang sering menghirup zat yang terdapat pada asbes.
Penyakit ini baru bisa dirasakan efeknya setelah 20-50 tahun yang akan datang, hal ini disebabkan karena adanya akumulsi dan pengendapan serat-serat asbes di paru-paru atau di perut yang lama kelamaan akan menyebabkan iritasi. Karena dalam proses pengendapan ini memerlukan waktu yang cukup lama, maka si penderita tidak akan menyadari bahwa tubuhnya telah menimbun serat-serat asbes. Setelah beberapa tahun mengendap, baru lah gejala penyakit ini perlahan muncul, seperti sesak napas, dada terasa sangat nyeri, sering merasa kelelahan, terjangkit anemia secara tiba-tiba, suara menjadi serak, dan batuk — ada juga yang mengalami batuk berdahak dan juga berdarah.
Berbagai studi menunjukkan bahwa rata-rata penderita penyakit-penyakit akibat paparan asbes adalah para buruh/pekerja industri seperti di industri pertambangan, penggilingan, konstruksi, dan industri lainnya, karena faktanya di tempat mereka berkerja mereka harus “berteman” dengan asbes. Menurut Environmental Protection Agency (EPA), diantara tahun 1940 dan 1980 diperkirakan ada 27 juta pekerja Amerika terpapar asbes di tempat kerja mereka. Berdasarkan temuan tersebut, EPA memperkirakan bahwa lebih dari 200.000 orang akan meninggal sebelum tahun 2030.
Dari angka yang fantastis tersebut, disinyalir terjadi karena para pekerja kurang peduli terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatn Kerja) di tempatnya berkerja. Tak lepas kemungkinan hal itu juga terjadi di Indonesia. Padahal, pada dasarnya, keterpenuhan K3 merupakan sebuah jaminan seorang pekerja untuk dapat bekerja dengan sehat, aman, dan nyaman; dan untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya kesadaran dari pada buruh/pekerja akan pentingnya K3, dan juga kesadaran pihak pengusaha untuk menyediakan fasilitas K3 yang memadai untuk para buruhnya.
Di sisi lain, ternyata penyakit-penyakit akibat paparan asbes pun sering dijangkit oleh non-pekerja, misalnya keluarga perkerja yang terkena paparan asbes tak langsung dari baju seragam yang dibawa ke rumah, atau mereka yang memakai asbes untuk atap rumah atau toko/warung.
Dikarenakan dampak paparan asbes sudah masif dan menelan banyak korban jiwa, maka beberapa negara seperti Australia, Argentina, Kroasia, Arab Saudi dan Amerika sudah melarang pemakaian bahan asbes, namun berbeda dengan di Indonesia yang masih memakai dan bahkan memperjualbelikannya secara bebas. Dengan kondisi seperti ini, bukan berarti kita harus memaklumi dan hanya berdiam diri, namun hal tersebut harus menjadi momentum untuk menyuarakan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Bukan hanya sepekan, tapi SETIAP SAAT!