Koalisi Masyarakat Sipil Kota Bandung Kecam Tindakan Aparat Keamanan dalam May Day 2019 Bandung
Aksi May Day di Kota Bandung telah diwarnai dengan tindakan sewenang-wenang aparat keamanan. Polri dan TNI telah membubarkan paksa massa aksi dengan memukul secara mambabi buta tanpa perlawanan. Tak hanya itu mereka juga menangkap, mengumpulkan, menelanjangi, menyuruh jalan jongkok satu demi satu, menggunduli, mengecat tubuh, serta mempermalukan massa aksi di depan umum.
Menurut keterangan salah satu massa aksi dari Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Supinah menyampaikan bahwa massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Kapitalisme (Gerak) saat itu tengah menunggu serikat buruh yang dari timur, yaitu Sebumi Kasbi dan KSN di Dukomsel.
“Namun sebelum kami sampai ke Dukomsel kita sudah mendapat perlakuan yang sewenang-wenang dari aparat gabungan yang terdiri dari TNI, Polisi, Brimob di depan Rumah Sakit Boromeus,” terangnya.
Hal lain juga disampaikan oleh Supinah bahwa dengan adanya pemberitaan yang simpang siur di media yang mengatakan bahwa yang boleh memperingati hari buruh internasional adalah serikat buruh saja.
Padahal, menurutnya, definisi buruh adalah siapa pun yang menjual jasanya, baik tenaga maupun pemikiran, dan mendapat imbalan berupa upah, itu adalah buruh. “May day tidak harus diperingati oleh buruh pabrik saja. Tapi, Masyarakat yang merasa buruh wajib memperingati may day. Baik buruh tani, ritel, atau yang lainnya,” jelas Pinah.
Selain itu, Faris Lazuardi yang merupakan salah satu korban kekerasan aparat gabungan mengatakan dirinya dipukuli oleh aparat gabungan, yaitu tim Prabu, Dalmas, dan Intel. “Saya dipukul tiga kali di kepala saya, dan masih ada bekas luka di bibir. Saat diseret ke Dalmas pun masih mendapat intimidasi, dan saya dikatai, kamu cacat buat apa ikut hari buruh dan sebagainya. Saya mengutuk pelecehan verbal ke saya dan ke teman-teman,” papar Faris.
Terkait adanya tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat gabungan terhadap massa aksi, Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Willy Hanafi menyampaikan, dalam konferensi pers yang dilakukan di Kafe Kaka, Rabu (1/5/2019) bahwa beberapa tindakan menurut pantauan LBH adalah adanya penangkapan yang sewenang-wenang, di mana penangkapan secara random, dan selain itu juga terjadi kekerasan.
“Selanjutnya juga adanya pemukulan tanpa adanya proses pengadilan. Bagaimana yang ditangkap, ditelanjangi di Monju, di ruang publik. Setelah itu, massa yang ditangkap di bawa ke Polrestabes, dan masih ada beberapa hal lain, yaitu digunduli dan dicat punggungnya dengan pilok.
Berikut adalah kronologi kejadian kekerasan aparat keamanan kepada peserta May Day 2019:
09:00 Massa berkumpul di Cikapayang, Massa GERAK berkumpul di Monumen Juang
10:00 Massa yang berkumpul di Cikapayang. Sedangkan Massa GERAK mulai bergerak
11:00 Massa GERAK sampai di Depan RS Boromeus dan melakukan orasi
12:00 Massa yang berangkat dari Cikapayang sampai di Monumen Juang. Massa mulai dipukuli oleh TNI, Polisi, dan beberapa anggota SPSI. Massa aksi mengalami luka ringan bahkan mengalami luka parah di antaranya luka sobek di kepala. Terjadi juga penangkapan terhadap 3 orang massa aksi.
12:15 Massa mulai terpecah, sebagian menuju Jl. Singaperbangsa, sebagian menuju jalan menuju Jl. Bagusrangin, sebagian bergerak menuju Jl. Dipatiukur menuju Jl. Surapati. Di persimpangan kedua jalan Jl. Bagusrangin dan Jl. Singaperbangsa massa dikejar Polisi dan TNI yang juga melakukan kekerasan terhadap massa.
12:15 Massa GERAK masih berorasi di depan RS Boromeus.
12:30 Massa berbelok ke Jl. Dipatiukur. Beristirahat di depan UNPAD. Sebagian massa aksi yang mendapat tindak kekerasan Polisi, TNI dan anggota SPSI dikumpulkan di Monumen Juang. Massa aksi dipaksa membuka baju dan berjongkok oleh aparat. Mereka kemudian dibawa ke Polres Bandung.
Di Jl. Dipatiukur menuju Jl. Surapati massa dipukuli oleh polisi
12:45 Massa begerak kembali dan berbelok di Jl. Teukuumar. Polisi mendorong massa aksi menggunakan mobil dan motor. Terjadi kekerasan terhadap jurnalis bernama Rezza dan Prima. Rezza yang sedang mengabadikan foto diintimidasi di injak kakinya oleh Polisi. Kamera dirampas, dan mengancam menghapus foto-fotonya. Rezza mengalami luka memar di kaki. Prima pun demikian, ia mendapat intimidasi oleh polisi yang mengancam untuk menghapus hasil dokumentasinya.
Di taman Vanatayudha massa aksi ditelanjangi dan badan serta dicoret-coret menggunakan pilok merah oleh polisi. Polisi juga membakar perangkat aksi yang dibawa massa.
13:00 Massa berbelok ke Jl. Juanda. Terjadi pemukulan oleh polisi terhadap massa aksi dan jurnalis menggunakan pipa besi dan menabrakan motor. Banyak massa aksi dan jurnalis yang dipaksa berjongkok oleh polisi serta dibawa ke mobil truk polisi. Salah satunya jurnalis bernama Rezza.
13:15 Massa Cikapayang bertemu dengan massa GERAK di RS Boromeus. Penangkapan dan kekerasan masih terjadi.
13:18 Massa GERAK dan massa Cikapayang melebur dan terdorong oleh Polisi dan TNI ke arah simpang cikapayang hingga terpecah. Sebagian menuju Gedung Sate, sebagian ke sekitar Unisba. Penangkapan masih terjadi baik di sekitaran Gedung Sate dan sekitaran Unisba.
13:45 Massa sampai di Gedung Sate dan melebur dengan massa buruh.
14:15 Massa membubarkan diri. Massa yang dibawa ke kantor Polisi ditelanjangi dan dicukur habis rambutnya.
14:30 sampai pukul 17:17 Polisi masih menangkapi massa aksi, bahkan hingga ke Antapani.
Gerak merupakan forum lintas sektor mulai buruh seperti KSN dan Federasi Sebumi – Kasbi (Serikat Buruh Militan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia). Sektor lain yang bergabung adalah Aksi Rakyat Anti Penggusuran (Arap), Aliansi Pelajar Bandung, Aliansi Penegak Demokrasi, Aliansi Pelajar Bandung, Kolektif Angin Malam, Pekerja Seni Bandung, Aliansi Mahasiswa Papua Bandung, dan lain sebagainya.
*Puji Fauziah