Capaian Historis : K3 Sebagai Hak Yang Fundamental
Hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat sebagai hak yang fundamental
Pada Konferensi ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) ke-110 di Jenewa, keputusan bersejarah telah dibuat: hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat (Keselamatan dan Kesehatan Kerja, K3) dimasukkan dalam Deklarasi ILO tentang Prinsip dan Hak Mendasar di Tempat Kerja.
Prinsip ke 5 ini melengkapi prinsip dan hak dasar yang ada di tempat kerja diantaranya tidak ada kerja paksa, tidak ada pekerja anak, tidak ada diskriminasi, dan kebebasan berserikat. Hal itu secara tegas mengubah pentingnya kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, karena semua negara harus mematuhi standar ketenagakerjaan inti, terlepas dari apakah mereka telah meratifikasinya atau belum.
Dimasukkannya kesehatan dan keselamatan kerja sebagai hak fundamental merupakan langkah penting dalam perjuangan untuk kondisi kerja yang lebih baik. Pencapaian terobosan ini akan semakin meningkatkan pentingnya kerja yang sehat dan aman dan menuntut agar Pemerintah memperkenalkan kebijakan yang melindungi pekerja dari paparan bahaya yang membahayakan kesehatan mereka, termasuk dari bahan kimia beracun dan pestisida berbahaya.
Tantangan
Saat ini kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja secara umum masih menjadi masalah yang besar. Sektor pertambangan, konstruksi, industry bangunan, pertanian yang secara tradisional termasuk sebagai sektor yang paling berbahaya. Risiko psikososial yang semakin mengemuka : bunuh diri, kelelahan, kecemasan, dan depresi. Penggunaan bahan beracun dan berbahaya di tempat kerja dengan alasan ekonomi semata. Semua tantangan ini semakin diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.
Praktek sistem status kerja yang semakin fleksibel (outsourcing, magang, harian), atau Pengalihdayaan produksi ke subkontraktor dalam rantai pasokan dan kontrak kerja informal semakin meningkatkan risiko atas kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Saat ini, sistem yang mendukung ketersediaan data masih belum memberikan gambaran yang utuh, sehingga bergantung kepada perkiraan. Sebagai gambaran, data kasus kecelakaan Kerja dan PAK saat ini bergantung pada laporan BPJS Ketenaga-kerjaan. Sampai dengan Januari 2022 tercatat sebanyak 51,01 juta orang tenaga kerja merupakan peserta BPJS Ketenagakerjaan, dengan komposisi 60,59 persen termasuk tenaga kerja aktif dan 39,41 persen termasuk tenaga kerja non aktif 1. Sementara itu, jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 144,01 juta jiwa 2, sehingga setidaknya masih ada hampir 2 kali lipat pekerja yang belum terlindungi dan termonitor.
Tentunya kita menyadari pengakuan ILO ini tidak akan merubah kenyataan dalam semalam. Pengakuan atas K3 sebagai hak yang fundamental bagi setiap pekerja merupakan tuntutan perjuangan setiap pekerja dan serikat buruh selama ini. Keputusan ILO ini semakin memotivasi kita dalam berjuang, dan memperjelas bahwa kondisi kerja yang tidak aman, tidak sehat, atau bahkan mengancam jiwa bukanlah pelanggaran sepele dan tidak boleh diterima atau ditoleransi setiap saat. Sudah saatnya beban penderitaan karena kecelakaan kerja dan penyakit dibayar oleh pemilik industri dan juga negara, bukan oleh para pekerja dan bahkan keluarganya.
1 https://satudata.kemnaker.go.id/data/kumpulan-data/474
2 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/14/peserta-aktif-bpjs-tk-capai-3066-juta-orang-pada-2021#:~:text=Badan%20Penyelenggara%20Jaminan%20Sosial%20Ketenagakerjaan,Pekerja%20Penerima%20Upah%20(PPU).