SEGERA ADAPTASI DAN MITIGASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
(Kab. Bandung, 09 Juni 2022) Indonesia telah mengalami masa krisis iklim yang serius dan harus segera disikapi oleh semua pihak, fenomena perubahan iklim tentunya tidak terjadi dengan sendirinya. Koalisi menilai faktor-faktor utama penyebab perubahan iklim adalah karena ulah sebagian tangan-tangan manusia yang serakah serta diintervensi oleh kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak terhadap keberlangsungan alam itu sendiri.
Bertepatan dengan momentum hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni kemarin, Koalisi Rakyat Budaya dan Lingkungan Kab.Bandung yang terdiri dari berbagai aktivis, mahasiswa dan Lembaga sipil di Kabupaten Bandung melakukan aksi didepan gerbang pintu masuk Gedung PEMKAB Bandung dengan tema tuntutan “sudah saatnya pemerintah segera melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim”.
Hal pertama yang menjadi sorotan koalisi adalah terkait isu ancaman kerusakan lingkungan di Kawasan Kabupaten Bandung karena rencana pembangunan jalan Tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan. Rencana Pembangunan jalan tol yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kab. Bandung atau Provinsi Jawa Barat ini akan menyebabkan beberapa daerah tangkapan air semakin menyusut, kehidupan satwa akan terancam serta terganggu, Kawasan Lindung, Konservasi hingga Kawasan Cagar alam akan turut rusak karena perubahan alih fungsi.
Pembangunan Tol Socipa yang akan merusak Wilayah Cagar Alam Gunung Tilu di kawasan Kabupaten Bandung Selatan. Sebagai benteng konservasi yang sangat penting, Gunung tilu menopang keberlangsungan makhluk hidup yang dimana Manusia, Hewan, tumbuhan akan merasakan manfaatnya, seperti mata air yang terus mengalir untuk menghidupi makhluk hidup. Jika dibiarkan, mata air hari ini hanya akan menjadi air mata dikemudian hari karena sejatinya Ekonomi tanpa Ekologi akan hancur.
Kedua, Penyelamatan Kawasan Bandung Selatan (KBS) harus menjadi sikap bersama, Pemerintah Kab.Bandung harus senada dengan sikap masyarakat untuk sama-sama melestarikan dan menyelamatkan alam dari kehancuran yang tidak diharapkan. Menyelamatkan KBS harus menjadi harga mati, karena KBS sebagai benteng terakhir tatar parahyangan yang perlu terus dijaga. Hingga saat ini, banyaknya ijin-ijin tambang yang merusak Lingkungan, belum lagi ijin-ijin bangunan seperti Villa, Perumahan, Industri hingga ijin wisata alam yang mengalih fungiskan Kawasan hutan, persawahan serta bantaran sungai. Habisnya ijin HGU tentunya akan turut memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan jika pemerintah tidak baik dalam melakukan tata kelola lahan. Belum lagi kerusakan akan lebih massif ketika intervensi rencana-rencana pembangunan infrastruktur yang semakin tahun semakin tinggi.
Ketiga, saat ini Perda RTRW (Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah) Kab. Bandung sedang melalui tahap revisi, Koalisi menuntut proses revisi ini berlangsung secara transparan dan melibatkan partisipasi publik. Perubahan-perubahan dalam dokumen RTRW rakyat harus tahu, karena kami khawatir kepentingan ini hanya mengakomodir para oknum serta golongan tertentu, selain bagian dari amanat Undang-undang No 11 tetang Cipta Kerja yang mengharuskan semua Kawasan terintegrasi dalam sebuah dokumen RTRW. Perda RTRW jangan menjadi satu dokumen yang melegalkan perusakan alam, yang dimana setiap jenis kegiatan akan mengalihfungsikan sebuah Kawasan dan beban alam/lingkungan semakin tidak terhindarkan.
Keempat, banjir bandang, banjir luapan sungai, longsor, pencemaran air sungai oleh industri, limbah paracetamol serta sampah domestik masih terjadi hingga saat ini, hal ini menandakan bahwa program Citarum Harum masih belum berjalan secara efektif. Penggunaan anggaran hingga saat ini belum berbanding lurus dengan kenyataan dilapangan, dimana masalah pencemaran sungai masih tidak kunjung selesai hingga saat ini. Pada tiga tahun sisa waktu Program Citarum Harum ini, semua pihak harus segera melakukan evalusi dan upaya yang lebih tepat untuk memulihkan sungai Citarum. Kami tidak berharap ada lagi anggaran-anggaran bersifat hutang untuk pemulihan Sungai Citarum yang pada akhirnya menjadi beban negara dan rakyat. Tercatat dari tahun 2004 hingga saat ini, biaya untuk memulihkan Citarum bukan anggaran yang sedikit.
Berdasarkan press release yang bagikan oleh peserta aksi, Koalisi Rakyat Budaya dan Lingkungan Kab. Bandung mendesak serta merekomendasikan beberbapa hal kepada para pemangku kebijakan, diantaranya :
- Pemerintah khususnya Bupati Kab. Bandung harus segera bersikap untuk menyelamatkan Kawasan Bandung Selatan sebelum kerusakan terus terjadi, segera buat PERDA Penyelamatan KBS untuk keberlangsungan alam serta keselamatan manusia.
- Stop alih fungsi lahan dengan pembangunan infrastruktur, salah satunya dengan menghentikan rencana pembangunan jalan Tol.
- Selamatkan Kawasan Cagar Alam dan tolak Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan no SK.25/Menlhk/PLA.2/1/2018, segera buat penguatan fungsi Kawasan melalui penetapan perluasan Kawasan Cagar alam baru.
- Proses Revisi PERDA RTRW harus berlangsung secara transparan dan melibatkan partisipasi publik. Pemerintah harus transparan mengenai perubahan-perubahan zonasi yang telah direvisi, jangan disahkan sebelum ada proses dialog publik sehingga rakyat memiliki ruang untuk membaca, menganalisa serta memberikan masukan pada dokumen yang telah di revisi.
- Stop biaya hutang untuk menangani kerusakan sungai Citarum dan segera lakukan evaluasi dengan berbagai pihak untuk menghindari kegagalan program Citarum Harum.
- Pemerintahan Kab.Bandung harus segera melakukan adaptasi serta mitigasi terhadap perubahan iklim.