PERNYATAAN BERSAMA ALIANSI DSS-TGSL : MENANGKAN INDONESIA, PERHATIKAN KEPENTINGAN & SUARA PEKERJA!
Sejak Pandemi Covid-19 dinyatakan secara resmi berlangsung di Indonesia sejak pertengahan Maret 2020 dan masih berlangsung sampai sekarang. Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak korban berjatuhan. Tercatat ada sekitar 2,7 juta orang terpapar Covid-19 dan lebih dari 70,000 orang meninggal dunia. Dampak ekonomi pandemi Covid-19 juga signifikan; sampai Maret 2021, Kementerian Tenaga Kerja RI mencatat sekitar 29,4 juta pekerja terdampak -mulai dari terkena PHK, dirumahkan tanpa upah, dan juga pengurangan upah. Jumlah pekerja terdampak secara ekonomi diduga kuat akan terus bertambah mengingat pandemi masih terus berlangsung sampai hari ini.
Sejak awal Juli 2021, Indonesia menjadi salah satu pusat episentrum penyebaran virus Covid-19 dengan jumlah kasus terbaru menembus angka 56,000 pada tanggal 15 Juli 2021. Tanggal 3 Juli 2021, pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sampai tanggal 2 Agustus 2021. Sejumlah sektor produksi dan ekonomi diwajibkan untuk mengurangi aktivitas, bahkan menghentikannya sampai PPKM Darurat dicabut, demi mencegah penyebaran agresif virus Covid-19.
PPKM Darurat tanggal 3 Juli – 2 Agustus 2021 bukanlah pertama. Sejak awal pandemi, pemerintah telah berulangkali memberlakukan PPKM. Namun kebijakan PPKM berlangsung demikian longgar, nyaris tidak ada sanksi berarti bagi sejumlah pelanggaran PPKM yang berlangsung. Di sisi lain, inkonsistensi kebijakan PPKM juga terjadi; misalnya, pembatasan mobilitas transportasi diterapkan, tetapi aktivitas kegiatan di beberapa tempat (mis aktivitas produksi pabrik, persidangan di pengadilan negeri, dll) terus berlangsung menyebabkan masyarakat seringkali menjadi bingung. Akibatnya sudah jelas: intensi penyebaran virus Covid-19 masih relatif tinggi.
Pada sektor manufaktur TGSL (tekstil, garmen, sepatu, dan kulit), PPKM nyaris tidak berlaku bagi ratusan ribu atau bahkan jutaaan pekerjanya. Di banyak sentra industri sektor 2 ini (misal, Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo), puluhan pabrik masih beroperasi 100%. Para pekerja wajib bekerja, jika tidak mereka akan kehilangan pekerjaan. Jutaan pekerja bekerja penuh waktu, bahkan melakukan lembur, dalam ruang tertutup dan padat, tanpa alat pelindung diri (APD, masker, hand sanitizer, fasilitas mencuci tangan, dll) dan fasilitas kesehatan memadai (klinik, tes awal, atau vitamin penunjang).
Implementasi Omnibus Law UU Cipta Kerja No. 11/2020 memperburuk situasi pekerja. Sejak awal tahun 2021, dengan merujuk pada UU Cipta Kerja, sejumlah perusahaan TGSL telah mengubah sistem kerja dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak atau pekerja borongan. Pekerja menjadi kehilangan sejumlah fasilitas, termasuk upah tetap (karena upah diperhitungkan berdasarkan hari kerja) dan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Pekerja kontrak dan pekerja borongan akan memaksa diri untuk terus bekerja, walau mengalami gejala sakit, karena takut kehilangan upah.
Akibat dari situasi di atas amat jelas: klaster pabrik termasuk klaster penyebaran Covid-19 yang paling agresif. Data kami serikat pekerja/serikat buruh sektor TGSL menunjukkan hal itu: dalam dua minggu terakhir saja, ribuan anggota kami di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar melalui tempat kerja/pabrik. Sebagian besar anggota kami tinggal di wilayah perumahan padat sehingga menyebabkan penghuni perumahan juga terpapar. Klaster pabrik menyebabkan klaster hunian. Ledakan kasus menyebabkan ketidakmampuan fasilitas kesehatan yang ada mengatasi masalah. Akibatnya banyak penderita meninggal dunia hanya karena keterlambatan penanganan akibat antrian yang tak tertangani.
Tanggal 13 Juli 2021, Kemnaker RI menginisiasi Deklarasi Gotong Royong “Menangkan Indonesia, sekarang”. Secara umum, kami bersepakat dengan semangat yang disampaikan. Tetapi harus diingat, konflik terjadi akibat pengorbanan pekerja akibat pandemi Covid-19; kesehatan fisik dan mental serta ekonomi sudah berada di titik terendah. Klaster pabrik terjadi akibat pelanggaran protokol kesehatan oleh pengusaha yang berlangsung terus tanpa sanksi. Tidak mungkin menyerukan konflik tanpa repatriasi/pemulihan hak-hak pekerja yang terabaikan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Jadi, hentikan viktimisasi terhadap pekerja!
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, sekaligus menanggapi Deklarasi Gotong Royong Kemnaker RI-APINDO-KADIN tanggal 13 Juli 2021, kami yang tergabung dalam Aliansi DSS-TGSL hendak menyampaikan pernyataan dan tuntutan berikut ini:
- Meminta Pemerintah RI untuk memastikan konsistensi dan sanksi PPKM Darurat. Selama PPKM Darurat dilakukan secara ambigu, longgar, dan tidak konsisten, akan semakin lambat penyelesaian pandemi Covid-19.
- Menuntut Pemerintah RI memastikan perlindungan hak atas kesehatan dan hak-hak dalam kerja pekerja. Hal ini termasuk memaksa pengusaha melaksanakan protokol kesehatan ketat, menyediakan APD memadai, dan pembayaran upah tanpa pemotongan dengan alasan apa pun selama pandemi Covid-19 berlangsung.
- Menuntut Pemerintah RI sanksi tegas pada perusahaan yang melakukan penyelewengan dan pelanggaran PPKM Darurat dengan mewajibkan pekerjanya terus bekerja tanpa APD, tanpa fasilitas kesehatan, dan memaksa mereka bertanggung jawab sendiri.
- Menuntut Pemerintah RI melakukan moratorium pelaksanaan Omnibus Law UU Cipta Kerja No.11/2020 selama Pandemi Covid-19 berlangsung. Sanksi tegas pengusaha yang melakukan PHK, merumahkan pekerja tanpa upah, atau pun memotong upah pekerja dengan alasan pandemi Covid-19. Harus disadari semua orang mengalami dampak pandemi Covid-19. Solidaritas Gotong Royong hanya terjadi apabila semua pihak berkorban; komunitas bisnis pun harus berkorban merelakan sejumlah keuntungan yang telah diraupnya selama ini untuk memastikan keberlangsungan hidup pekerjanya.
- Meminta Pemerintah RI mendesak APINDO dan KADIN untuk memastikan pemenuhan hak-hak kesehatan pekerja selama masa pandemi Covid-19. Pengadaan vaksin gratis bagi pekerja dan anggota keluarganya di lingkungan pabrik, jaminan upah dan fasilitas rehabilitasi kesehatan gratis bagi pekerja adalah sejumlah tindakan konkrit wujud solidaritas sosial pengusaha di masa sulit ini.
- DSS-TGSL akan bekerja bersama untuk memberi bantuan bagi pekerja dan anggota keluarganya yang terdampak pandemi Covid-19 Inisiatif lokal telah dilakukan dengan memberi bantuan fasilitas perawatan kesehatan bagi pekerja terpapar Covid-19 dan bantuan sekadarnya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan. Pemerintah RI, khususnya Kemnaker RI. hendaknya juga sensitif bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh.
- DSS-TGSL akan melakukan advokasi bersama untuk memastikan brands dan pengusaha pelaksana produksi TGSL untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja selama pandemi Covid-19, termasuk hak atas kesehatan, hak atas K3, hak atas upah layak. Menuntut Pemerintah RI dan KADIN-APINDO mendukung upaya tersebut. Hanya dengan memastikan hak-hak asasi pekerja, sesuai dengan standar perburuhan ILO yang sudah diratifikasi pemerintah RI, Indonesia bisa menang dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19.
Demikian pernyataan ini disampaikan.
Jakarta, 19 Juli 2021.
Tertanda:
Aan Aminah, Ketua Umum Federasi SEBUMI
Dian Septi Trisnanti, Ketua Umum FSBPI
Benny Rusli, Ketua Bidang Antar Lembaga DPN KSPN
Emelia Yanti Siahaan, Sekretaris Jenderal DPP.GSBI
Dion Untung Wijaya, Ketua Bid. Hub LN PP FSP TSK-SPSI
Sumiyati, Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP SPN
Ari Joko Sulistyo, Ketua Umum Garteks-KSBSI
Contact persons:
1. Dian Septi, 0818 0409 5097
2. Ismet Isnoni, 0813 8349 3575