“Kita Bangkit : Memoar Penyintas Kecelakaan dan Penyakit Kerja”
“Kita Bangkit : Memoar Penyintas Kecelakaan dan Penyakit Kerja”
Bekasi, 20 Desember 2020.
“Saya marah kepada pihak managemen kenapa tidak memberitahukan bahwa asbes itu berbahaya,”
Pernyataan tersebut diungkap Subono dalam memoar para penyintas korban kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang baru saja diluncurkan, 20 Desember 2020. Getaran suaranya masih terasa saat dia kembali mengungkapkan catatannya dalam diskusi dan peluncuran buku “Kita Bangkit” yang diterbitkan LION Indonesia (Local Initiative for OSH Network). Buku yang berisi 8 memoar penyintas kecelakaan dan penyakit akibat kerja di perusahaan ini terbilang baru di Indonesia.
Cerita yang langsung disampaikan oleh penyintas menurut penulisnya adalah cara para penyintas untuk berbagi pengalaman dan pemahaman pentingnya K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja) di perusahaan. Samsuri, penyintas sekaligus inisiator Forum Pejuang K3 (FPK3), menyampaikan memoar penyintas ini mengajarkan pentingnya K3 dengan cara bertutur yang unik. Bukan dari ilmuan, akademisi atau bahkan dari pihak yang semestinya bertanggung jawab. Buku ini menurutnya unik karena justru penyintaslah yang mengajari pentingnya K3.
“Angka kecelakaan kerja di Indonesia sangat tinggi dan tiap tahun mengalami kenaikan. Belum lagi penyakit akibat kerja yang sulit di deteksi. Buku ini adalah catatan penting betapa penerapan K3 di Indonesia masih rendah,” ujarnya sambil menyerahkan 5 unit buku untuk perwakilan organisasi yang hadir dalam acara peluncuran buku.
Salah satu penyintas yang ikut menyampaikan memoarnya, Sahroni, menuturkan kecelakaan kerja yang menimpanya membuat dia depresi, minder dan hampir putus asa. Dia mengalami cacat permanen sejak kecelakaan kerja yang dialaminya. Namun dia mengatakan tidak kehilangan semangat untuk tetap bertahan.
“Lingkungan sangat berpengaruh terhadap penguatan mental para korban K3. Saya berharap kecelakaan kerja yang saya alami tidak lagi menimpa orang lain. Inilah penting adanya FPK3 agar para korban dapat saling mendukung dan menguatkan satu sama lain,” ucapnya. Sahroni kini menjadi ketua FPK-3.
“Buku ini menjadi inspirasi, bahwa keselamatan buruh itu penting bukan masalah kompensasi. Bukan Hilangnya organ yang dikonversi menjadi uang tapi ini adalah soal kemanusiaan. Dan K3 bisa menjadi pintu bersama untuk perjuangan buruh Indonesia” Ujar Bung Heri dari FSP PPMI (Federasi Serikat Sekerja Percetakan, Penerbitan dan Media Informasi).
“Buku ini menjadi data otentik sebagai alat perjuangan dan harus diperluas lagi gerakan K3 ini” ujar Tejo dari Federasi Gabungan Serikat Buruh Bersatu (GSBB).
Dalam kesempatan peluncuran buku, Nurfangi, Koordinator FPK3 mengatakan semestinya isu kesehatan dan keselamatan kerja sama masifnya dengan isu upah yang selalu digaungkan serikat buruh.
“Isu K3 itu penting dan bukan hanya masalah kompensasi. Saya berharap kita disini harus lebih gencar mengkampanyekan pentingnya K3,” katanya.
“K3 itu sangat fundamental dan K-3 harus di jadikan kurikulum pendidikan dalam serikat buruh,” ucap Wahyu, perwakilan SP LEM SPSI.