BSN Akan Kaji Ulang Asbes Ber-SNI
Setelah melakukan audiensi dengan beberapa kementerian terkait regulasi pemakaian asbes, Indonesia Ban Asbestos Network (Ina-Ban) juga mengunjungi salah satu lembaga yang menangani labelisasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebuah produk, yaitu Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk mempertanyakan bagaimana peran BSN terhadap sebuah produk yang digunakan oleh masyarakat umum yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti asbes.
Salah satu anggota Ina-Ban, Ajat Sudrajat mengatakan, undang-undang terkait asbes memang sudah cukup banyak dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya ada di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2019 yang mengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22, bahwa asbes itu bersifat kersinogenik dan menyebabkan kanker.
Selain itu Ajat menambahkan, terdapat pula pada PP Nomor 74 tahun 2001 bahwa asbes itu mengandung B3. “Namun aturan-aturan yang ada mengenai asbes ini sangat terbatas, ruang lingkupnya hanya di ketenagakerjaan, di tempat kerja, di dalam pabrik,” tuturnya ketika beraudiensi dengan BSN di kantornya, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Ajat juga menyayangkan, selama ini masyarakat tidak mengetahui kandungan dari atap semen bergelombang bahwa itu mengandung asbes yang sangat berbahaya dan bersifat karsinogenik. Menurutnya, seharusnya masyarakat tahu karena hal itu merupakan hak konsumen, masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi. Hal yang ditakutkan juga bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan bencana.
“Jadi ketika ada bencana, produk yang mengandung asbes itu yang awalnya asbes itu terikat oleh semen bisa lepas. Apalagi yang paling rentan adalah pekerja konstruksi, karena bersentuhan langsung dengan produk yang mengandung asbes itu,” paparnya.
Mendengar paparan tersebut, Kepala BSN, Bambang Prasetya menyetujui adanya regulasi yang jelas terkait dengan penyakit akibat asbes, baik itu di tingkat produk, atau di tingkat pemakaiannya. Bambang yang baru mengetahui bahwa Indonesia menjadi konsumen asbes paling tinggi ke tiga setelah Cina dan Rusia merasa perlu bahwa pemakaian asbes harus dihentikan atau paling tidak diberi batasan.
Kaji Ulang Asbes Ber-SNI
Namun menurut Tom Abbel Sulendro yang merupakan Subdirektorat Pengembangan Standar Infrastruktur Kebumian dan Kebencanaan mengatakan bahwa ketika mengusukan suatu standar, dalam UU No. 20/2014 pasal 10 diatur mengenai pertimbangan suatu produk. “Salah satunya kebutuhan pasar, kemampuan industri dalam negeri, pelestarian lingkungan hidup. Ada sepuluh hal,” ungkapnya.
Tom juga menyampaikan bahwa listing 15 produk yang terkait dengan asbes, masih versi tahun 1994 dan 1989. Lanjutnya, dalam UU No.20 juga diatur daalam pasal 27 dan 28 bahwa SNI tersebut harus dikaji ulang minimal satu kali lima tahun. Artinya, menurutnya boleh sebelum lima tahun.
Bambang juga mengatakan bahwa yang berkaitan dengan isu asbes bermacam-macam. Seperti jika berbicara lingkungan pekerja, yang mengatur adalah kemenaker. Atau jika membahas tentang bahaya karsinonegik bagi tubuh, adalah kemenkes. Dan jika membahas limbah B3, adalah KLHK. Termasuk BSN mendukung. “Kalau menurut saya, selama itu meracuni kita,ya mesti selektif,” tegasnya.
Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian, Zakiyah mengatakan bahwa BSN yang membuat regulasi terhadap sebuah produk untuk masuk dalam SNI, hal itu diatur oleh kementrian teknis. Namun, dirinya mengatakan hal tersebut bisa diusulkan.
“Nanti kita pikirkan dulu, nanti bisa diusulkan ke instansi teknis, tentu di sini memang kita juga membantu untuk impact assesment, makanya nanti kita di sini bisa lah untuk membantu. Mungkin nanti harus ada koordinasi terus kalau itu mau jadi isu,” jelasnya.
Reporter: Puji Fauziah