Kartu Prakerja : Diantara Wabah PHK dan Virus Corona
Setelah berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk penanganan dampak Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19, tepat pada tanggal 31 maret 2020, akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus. Berdasarkan perppu ini, pemerintah mengeluarkan stimulus ekonomi sebagai langkah mitigasi bencana penyebaran penyakit COVID-19 di Indonesia melalui tambahan belanja dan pembiayaan APBN sebesar Rp 405,1 triliun. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk Rp 75 triliun dana kesehatan, Rp 110 triliun untuk JPS (Jaring Pengaman Sosial), Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan, dan stimulus kredit usaha rakyat. Sedangkan Rp 150 triliun dialokasikan untuk anggaran program pemulihan ekonomi nasional.
Program JPS yang termasuk dalam stimulus ekonomi yang diberikan oleh pemerintah terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, Kartu Sembako, Subsidi Listrik, dan Subsidi Insentif Perumahan Murah. Peningkatan alokasi anggaran untuk masing-masing program bantuan sosial, ditujukan seiring dengan terus meningkatnya jumlah rumah tangga golongan miskin akibat pandemi ini. Setidaknya ada dua kelompok masyarakat yang tergolong paling rentan akibat pandemi Covid-19 ini, yaitu para pekerja yang dirumahkan dan di PHK di masa pandemi dan para pekerja dari sektor informal yang terdampak oleh kebijakan terkait social distancing yang ditujukan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.
Salah satu program Jaring Pengaman Sosial yang diberikan oleh pemerintah adalah kartu Prakerja, dengan besarnya dampak dan masa akhir pandemi Covid-19 yang belum dapat tentukan, setidaknya hingga kondisi perekonomian kembali normal, seberapa efektif kartu Prakerja dapat menjadi jaring pengaman sosial dan melindungi masyarakat yang paling rentan?
Kartu Prakerja sebagai Jaring Pengaman Sosial (JPS) pada masa Pandemi.
Sebagai salah satu program JPS, Kartu Prakerja diprioritaskan bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan, pekerja informal, maupun pelaku UMKM yang terimbas oleh Covid-19. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan dana sebesar Rp 20 triliun dari rencana sebelumnya Rp 10 Triliun untuk pelaksanaan program kartu Prakerja. Dana itu terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp 5,6 triliun, dana insentif sebesar Rp 13,45 triliun, dana survei Rp 840 miliar, dan terakhir dana untuk project management office (PMO) sebesar Rp 100 juta.
Setiap peserta Program Kartu Prakerja akan mendapatkan bantuan pelatihan dan insentif sebesar Rp 3.550.000. Insentif ini terdiri dari bantuan pelatihan senilai Rp 1 juta yang bisa digunakan untuk membeli salah satu paket pelatihan berbasis online atau platform digital mitra Kartu Prakerja. Kemudian ada Rp 600 ribu per bulan selama 4 bulan sebagai insentif pasca pelatihan. Serta insentif untuk survei kebekerjaan sebesar Rp 50 ribu untuk 3 kali survei atau sejumlah Rp 150 ribu. Uang yang digunakan untuk insentif bagi peserta akan ditransfer ke rekening bank atau e-wallet LinkAja, Ovo atau GoPay milik peserta.
Syarat penerima program Kartu Prakerja adalah warga negara Indonesia berusia 18 tahun ke atas dan tidak sedang menempuh pendidikan. Selain itu, calon peserta tidak tercatat sebagai penerima bantuan sosial lainnya. Untuk proses pendaftaran dan penerimaan, para calon peserta harus mendaftar melalui situs www.prakerja.go.id. Setelah calon peserta mengisi data yang dibutuhkan dengan benar, lalu mengikuti uji kemampuan dasar dan motivasi. Data-data ini nantinya akan dikonfirmasi dengan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian dalam negeri dan Kementerian Sosial.
Pelatihan atau Bantuan Langsung Tunai?
Terkait pandemi Covid-19 yang telah mulai berdampak pada bulan Maret 2020, maka program Kartu Pra-Kerja menjadi salah satu bagian dari Program JPS (Jaminan Perlindungan Sosial) dalam penanganan dampak Covid-19. Pada 20 Maret 2020, Pemerintah akhirnya secara resmi meluncurkan program kartu Pra-kerja, sebagai tahap awal sosialisasi situs prakerja.go.id, dan pendaftaran peserta pada pendaftaran gelombang pertama yang di buka kepada publik mulai 11 April 2020, pemerintah telah menyaring 168.111 peserta dari kuota 200 ribu orang yang awalnya di tetapkan oleh pemerintah. Sementara itu ada 5.965.048 pengguna (user) yang melakukan pendaftaran program Kartu Prakerja tahap I ini. Jumlah pendaftar program Kartu Prakerja ini telah melebihi target kuota tahunan pemerintah sebesar 5,6 Juta orang. Jumlah ini dapat menjadi gambaran dari besarnya jumlah masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, termasuk para pekerja formal dan informal yang kehilangan penghasilannya akibat terimbas oleh Covid-19. Kuota tahunan pemerintah sebesar 5,6 Juta pertahun dan kuota 200 ribu perminggu dikhawatirkan menjadikan cakupan bantuan ini tidak efektif menjangkau semua golongan masyarakat yang rentan.
Berdasarkan data yang di himpun oleh Kemenaker, dampak dari pandemi Covid-19 setidaknya per 20 April 2020, tercatat 2.084.593 pekerja dari sektor formal dan informal yang berasal dari 116.370 perusahaan yang telah dirumahkan dan di-PHK. Rinciannya jumlah perusahaan dan pekerja formal yang dirumahkan adalah 1.304.777 dari 43.690 perusahaan. Sedangkan pekerja formal yang di-PHK sebanyak 241.431 orang pekerja dari 41.236 perusahaan. Lalu ditambah pekerja dari sektor informal berjumlah 443.760 orang dari 30.794 perusahaan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan dalam skenario berat akan ada kenaikan 2,9 Juta pengangguran dan dalam skenario terburuk ada tambahan 5,2 juta orang, Selasa (14/4/2020).
Para pekerja yang kehilangan penghasilannya karena di PHK dan dirumahkan ataupun para pekerja informal termasuk UMKM atau pun ojek dan taksi daring ini semakin rentan terjerumus kedalam garis kemiskinan. Tidak adanya penghasilan hingga waktu yang pandemi yang belum dapat di tentukan, dan ditambah tidak adanya lapangan kerja baru di saat pandemi ini menjadikan kedua kelompok ini semakin tergantung kepada bantuan dari Pemerintah. Hal ini yang mendasari kenapa pada masa pandemi ini, Kartu Prakerja harus di alihkan ke BLT [Bantuan Langsung Tunai] penuh dan menghilangkan aspek training, dan jika perlu di berikan penambahan anggaran. Dengan anggaran dana 20 triliun setidaknya dapat mengakomodir kebutuhan dasar sebesar Rp1,5 juta bagi 13,3 juta rumah tangga miskin. Kebutuhan masyarakat Indonesia juga saat ini akan bertambah dengan adanya masa bulan puasa atau Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, terdapat kekhawatiran akan terjadinya krisis pangan dan perlu adanya tambahan alokasi untuk bantuan sembako.
Komunikasi pemerintah untuk efektivitas pelaksanaan program Kartu Prakerja
Program Kartu Prakerja adalah salah satu janji presiden pada masa kampanye Pilpres 2019 dengan tujuan untuk menekan angka pengangguran dengan memberikan pelatihan kompentensi yang dipilihkan oleh pemerintah dan insentif kepada angkatan kerja agar memiliki kemampuan yang baik sebelum memasuki dunia kerja atau menjadi seorang buruh. Sebagai sebuah janji program kampanye politik pada saat itu, dengan “target audience” sekitar 7,05 juta jiwa angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan (BPS, per agustus 2019) dan jumlah ini meningkat 3,3 persen dari posisi Februari 2019 sebanyak 6,82 juta jiwa, ditambah dengan jutaan para buruh kontrak dan outsourcing, dan para pekerja dengan sistem kerja kemitraan seperti ojek dan taksi daring yang tidak memiliki jaminan kepastian penghasilan (income security) dan kepastian kerja (job security) di Indonesia. Hal ini menjadikan program kartu pra-kerja dianggap sebagai “jualan” yang menarik, di tambah dengan komunikasi dengan membangun persepsi “pengangguran di gaji” tentunya semakin menjadikan janji kampanye ini semakin terlihat menarik, terlebih bagi para calon pemilih yang pragmatis.
Pola komunikasi dengan membangun persepsi “pengangguran di gaji” mungkin dianggap sebagai propaganda yang dapat menciptakan citra yang positif pada saat itu, namun disisi lain pola komunikasi ini memiliki potensi menciptakan dampak “moral hazard” dimana para peserta berpotensi untuk menjadi dilema dalam motivasi kepesertaan, apakah peserta mengikuti program kartu Prakerja untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya, ataukah hanya untuk mendapatkan “gaji” secara gratis, tentunya hal ini tidak terlepas dari bagaimana cara komunikasi yang baik, jelas dan rutin dari pemerintah kepada publik agar program dengan biaya tinggi ini tidak menjadi pemborosan.
Penerapan punishment and reward menjadi penting dalam pelaksanaan program ini terkait komitmen, kewajiban dari para peserta dan konsekuensi bagi yang tidak melaksanakan kewajiban. karena program ini ditujukan untuk peningkatan kapasitas, bukan semata-mata bantuan tunai langsung apalagi istilahkan program menggaji para pengangguran.
Efektivitas mekanisme pelatihan online
Kebijakan terkait menjaga jarak untuk memutus rantai Covid-19 pada akhirnya menjadikan pelatihan Prakerja dilaksanakan secara online. Namun hal ini memberikan banyak tantangan bagi para peserta kartu Prakerja yang belum terbiasa dengan platform digital tersebut. Berdasarkan data dari BPS tahun 2018, sebanyak 45,86 persen tenaga kerja di sektor manufaktur didominasi oleh para lulusan SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dengan komposisi 12,77% tidak/belum tamat SD, 25,21 % tenaga kerja lulusan SD dan 18,01 % berasal dari lulusan SMP.
Pelatihan dengan cara online juga tentunya menambah kebutuhan para peserta akan teknologi penunjang konektifitas seperti Handphone, Komputer / laptop dan Internet. Selain itu tantangan lainnya adalah untuk Jenis pelatihan hard-skill seperti memasak, menjahit, menenun, hingga tingkat advance seperti belajar coding komputer dan lainnya akan menambah keperluan peserta untuk membeli alat dan bahan. Pelatihan ini akan lebih efektif dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan penyedian alat untuk praktek. Oleh karena itu, peralihan fungsi sementara Kartu Prakerja mungkin diperlukan selama masa pandemi, Prakerja sebaiknya lebih difokuskan pada fungsi penyaluran bantuan sosial dan mengurangi atau menghilangkan aspek training.
Rekomendasi
Hingga tulisan ini dimuat, Program Kartu Prakerja ini telah memasuki tahap pendaftaran gelombang ke 2, setidaknya dari keseluruhan awal program ini dapat dijadikan sebagai trial and test bagi pemerintah. Terobosan seperti pelibatan pihak swasta, fasilitas pelatihan yang ditawarkan dan hingga cakupan program bagi masyarakat yang rentan, semuanya dapat menjadi data yang berharga bagi pemerintah untuk bahan masukan dan evaluasi bagi strategi program pemerintah terkait ketenagakerjaan, meskipun terbatas pada peningkatan kapasitas atau kualitas tenaga kerja di Indonesia dari banyaknya persoalan ketenagakerjaan lainnya. Namun, saat ini pemerintah harus segera mengalihkan program ini kepada bantuan tunai langsung untuk masyarakat rentan yang terus bertambah selama pandemi Covid-19 ini berlangsung, tidak hanya para pekerja yang di PHK dan dirumahkan tanpa kepastian, namun juga para pekerja informal, UMKM dan pengusaha kecil. Pengalihan kepada Bantuan lain yang lebih bermanfaat yang tidak hanya sebatas efektivitas penyerapan dana bantuan langsung, tapi juga dari sisi ekonomi akan mendorong daya beli masyarakat agar roda ekonomi tetap bergerak. Dan hal yang paling terpenting adalah alasan kemanusiaan. Bantuan tunai langsung saat ini dapat mempermudah program kebijakan pemerintah agar masyarakat dapat “diam di rumah”, mengurangi beban psikososial atau stress selama masa pembatasan sosial, fokus menjaga kesehatan dan pada akhirnya membantu pemutusan rantai penyebaran pandemi Covid-19.
Penulis : Ajat Sudrajat